Jokowi Tak Realisasi Janji 10 Juta Lapangan Kerja Dan Regulasi Transportasi Online


Berita Terkini - Pemerintahan Joko Widodo belum juga membuat regulasi yang mengatur tentang transportasi online. Padahal, regulasi dibutuhkan untuk memberikan perlindungan bagi para pengemudi transportasi online.

Ekonom Partai Gerindra, Harryadin Mahardika mengatakan keberadaan transportasi online khususnya ojek online sebenarnya menjadi alternatif bagi masyarakat dalam mencari lapangan kerja. Namun, hingga kini janji pemerintah menciptakan 10 juta lapangan kerja masih belum direalisasikan.

"Sudah berkali-kali pemerintah mengeluh, misalnya susah sekali untuk mendorong pertumbuhan, tidak ada lagi sektor-sektor yang tumbuh, tidak ada lagi sektor-sektor yang mungkin bisa diandalkan. Padahal di depan mata kita semua ada satu sektor baru, yaitu industri digital dan kreatif yang terkait dengan startup-startup inovatif yang sudah memnujukkan kontribusi yang luar biasa besar," kata Harryadin, di Prabowo-Sandi Media Center, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Kamis (28/11).

Harryadin mengatakan, kontribusi transportasi online kepada perekonomian Indonesia mencapai 19,9 triliun per tahun. Angka ini terus meningkat.

Saat ini, kata Harryadin, sudah ada lebih dari 1 juta pengemudi ojek online di kawasan Sudirman dan Thamrin, Jakarta. Sementara itu, ada 600 ribu order makanan setiap harinya.

"Itu menunjukkan betapa pesatnya kontribusi yag diberikan oleh industri ini. Menjadi aneh kalau tidak segera secara proaktif diatur oleh pemerintah," kata Harryadin.

Ekonom senior Ichsanuddin Noorsy mengatakan keberadaan regulasi pemerintah dibutuhkan untuk mencegah terjadinya perang tarif antar penyedia jasa layanan transportasi online. Berkaca dari peristiwa yang terjadi di China, perang tarif transportasi online akan memunculkan sistem perbudakan modern.

"Ketika Uber mulai masuk ke negara-negara maju bahkan bertarung di China habis-habisan, The New York Times menganalisis korelasi antara industri otomotif, keuangan, dan Uber. Dan mereka melihat bahwa model tranportasi online itu adalah a part of modern slavery system," ungkap Ichsanuddin.

Sementara itu, perwakilan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Andri Rachma mengatakan kemunculan transportasi online adalah antitesis dari kegagalan pemerintah dalam mewujudkan transportasi publik yang terintegrasi. Di sisi lain, kemunculan transportasi online juga menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat.

"Untuk masa sekarang memang ini salah satu jaring pengaman sosial yang dibentuk masyarakat yang secara natural. Jadi masyarakat cari jalan keluar sendiri atas lahirnya angkutan online ini," kata Rachma. [rmol]