Jokowi Diberi Gelar 'Cak Jancuk', Pengamat Budaya: Iku Kenemenen Rek

Jokowi Diberi Gelar 'Cak Jancuk', Pengamat Budaya: Iku Kenemenen Rek

Berita Terkini - Pengamat bahasa dan budaya Henri Nurcahyo angkat bicara soal gelar 'Cak Jancuk' yang diberikan pendukungnya kepada capres nomor urut 01 Jokowi. Ia menyayangkan julukan itu karena dianggap keterlaluan.

Gelar 'cak' dan 'jancuk' disematkan kepada Jokowi dalam acara deklarasi dukungan dilakukan di kawasan Tugu Pahlawan Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/2/2019) kemarin.

"Cak iku wis benar. Tapi nek jancuk iku kenemenen rek (Cak itu sudah benar. Tapi kalau jancuk itu keterlaluan). Kalau menurutku ya nggak layak lah. Buat guyonan sesama konco nggak masalah. Tapi iki presiden mosok dijancuk-jancukno," kata Henry yang juga pengamat seni budaya Jatim saat berbincang-bincang dengan detikcom, Minggu (3/1/2019).

Henri menejelaskan, meskipun menurut pengakuan pemberi julukan jancuk mengartikan positif dan mengacu pada akronim singkatan yang baik, namun tetap saja hal itu sebagai sebuah kebablasan. Karena yang diberi julukan itu orang terhormat dan lambang negara.

"Ya kan, baik bagi dia (pemberi julukan). Tapi secara umum kan nggak baik. Apalagi presiden. Presiden kan lambang negara. Umpama dibilang 'hei cak jancuk koen' opo nggak mangkel itu orang," ujar penulis buku 'Budaya Panji' itu.

Henri juga tak menampik kalau jancuk juga ada yang berkonotasi positif. Namun ia menegaskan kata itu juga tidak semua baik. 

"Dari berbagai versi jancuk itu memang tidak berkonotasi jelek. Tetapi juga tidak semuanya baik. Kalau sekarang ada yang baik dan ada yang jelek ngapain dipakai. Iya kalau orang mengartikan baik. Kalau mengartikan elek piye?," terang Henri.

Lalu dari mana asal kata jancuk itu? Henri menuturkan kata tersebut merupakan slang atau ungkapan. Sehingga artinya tidak bisa diartikan satu sisi saja. 

"Jancuk itu ungkapan. Soal arti bisa diartikan belakangan kayak 'fucking you'. Jadi artinya bisa macam-macam isok jaran ngencuk, itu kalau orang Jawa otak-atik gathuk," beber alumnus Sastra UGM itu.

Tapi diantara artinya yang macam-macam itu tadi artinya ada yang positif, ada yang negatif dan ada yang netral. Kalau yang netral seperti 'jancuk yo opo kabare rek' kalau yang negatif 'jancuk awas koen yo' nah elek kan misale lagi 'jancuk tak pateni koen'," lanjutnya.

Ia kemudian membandingkan dengan seniman Sudjiwo Tedjo yang menyebut dirinya sendiri sebagai presiden jancukers. Menurutnya apa yang dilakukan Sudjiwo tidak masalah. Karena ia menjuluki dirinya sendiri bukan ke orang lain.

"Iya kalau Sudjiwo Tedjo membuat preduden jancukers ya nggak apa-apa. Karena dia kan menjuluki dirinya sendiri bukan ke orang lain," tegas pria yang juga pengamat budaya Jatim itu.

"Saya tidak mengatakan jancuk itu jelek. Tapi saya mengatakan jancuk itu ada yang netral, ada yang bagus dan ada jelek. Kayak semua buah itu kan nggak semua busuk. Tapi karena buah itu busuk ya jangan dikasihkan ke orang lain, gitu loh umpamanya," pungkas Henri.[dtk]