Banjir Jadi Alasan Ibu Kota Pindah, Ini Kata Anies

Banjir Jadi Alasan Ibu Kota Pindah, Ini Kata Anies
Berita Terkini - Salah satu alasan yang mengharuskan ibu kota Indonesia harus pindah dari DKI Jakarta adalah banjir. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan semua masalah di Jakarta tetap harus diselesaikan.

"Tetap harus diselesaikan, begitu juga dengan penurunan tanah. Penurunan tanah itu tetap harus diselesaikan," kata Anies di Pasar Kenari, Salemba, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2019).

Anies menuturkan kesimpulan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah meminta Bappenas mengkaji pemindahan ibu kota. Dia menuturkan pembangunan Jakarta memprioritaskan percepatan dalam 10 tahun.

"Jadi kesimpulan pak presiden begini, kaji lebih jauh soal ibu kota. Ditugaskan dengan Kementerian Bappenas dan ibu kota. Kemudian yang kedua komitmen untuk pembangunan di Jakarta selama sepuluh tahun ke depan yang diputuskan," jelas Anies.

Anies menekankan perpindahan ibu kota tidak akan langsung mengurangi kemacetan. Dia menjelaskan pemindahan ibu kota tidak terlalu signifikan.

"Jadi kalau di catatan kita jumlah kendaraan pribadi di Jakarta sekitar 17 juta, kendaraan kedinasan 141 ribu. Jumlahnya kecil sekali. Kalaupun pemerintah pindah tidak kemudian mengurai masalah kemacetan," sebutnya.

Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas mengatakan, selain banjir, kemacetan juga menjadi faktor lainnya. Rugi akibat kemacetan yang terjadi di Indonesia sudah hampir ratusan triliun.

"Kerugian perekonomian dari kemacetan ini data tahun 2013 ini Rp 65 triliun per tahun dan sekarang angkanya mendekati Rp 100 triliun dengan semakin beratnya kemacetan di wilayah DKI Jakarta," kata Bambang di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4).

Mengenai masalah banjir, Bambang menyebutkan DKI Jakarta harus bisa menyelesaikan masalah tersebut. Tidak hanya yang berasal dari hulu, tetapi juga

Selain masalah kemacetan, masalah yang harus kita perhatikan di Jakarta adalah masalah Banjir, tidak hanya banjir yang berasal dari Hulu tapi juga akibat penurunan permukaan tanah akibat penggunaan air tanah.

"50% wilayah Jakarta itu kategorinya rawan banjir atau memiliki tingkat di bawah 10 tahunan, idealnya kota besar keamanan banjirnya minimum 50 tahunan," jelas dia.

Adapun, kata Bambang, penurunan permukaan air tanah di Utara Jakarta rata-ratanya 7,5 cm per tahun dan pada rentang 1987-2007 sudah mencapai 60 cm dan angka ini akan terus meningkat mencapai 120 cm selama penggunaan air tanah masih banyak dilakukan.

"Sedangkan air laut, kata Bambang kenaikannya rata-rata 4-6 cm per tahun karena perubahan iklim. "Ditambah lagi kualitas air sungai tidak hanya di Jakarta tapi khusus di jakarta 96% sungai di Jakarta tercemar berat, sehingga memiliki bahaya signifikan akibat sanitasi yang buruk," kata dia.[dtk]