Di Mata Warga Luwu, Zaman Pak Harto Harga Sembako Selalu Stabil

Di Mata Warga Luwu, Zaman Pak Harto Harga Sembako Selalu Stabil
Berita Terkini - Kasus pembantaian etnis Muslim di Bosnia membuat Indonesia memiliki harga diri di mata dunia. Indonesia salah satu negara yang menjadi mediator di wilayah konflik tersebut. Ini semua tidak lepas dari keberanian Presiden kedua Republik Indonesia HM Soeharto. Dengan keyakinan yang mantap, ia berhasil membawa kedamaian dalam kasus tersebut.

Sejarah itu pun melekat diingatan warga Luwu, Mohammad Irwan. Baginya, selain pemberani, Soeharto memiliki wibawa serta sosok pemimpin yang tidak mudah dipengaruhi.

“Selain keberaniannya di kasus Bosnia, di zaman Pak Soeharto, perubahan yang paling dirasakan oleh masyarakat  ialah harga-harga di pasaran normal.

Uang dengan nilai Rp25 sudah bisa dapat indomie. Rp50 sudah bisa dapat pisang ijo,” katanya di Luwu Utara, Jumat (7/6).

Pegawai di Kantor Urusan Agama (KUA) Kabupaten Luwu Utara ini juga mengisahkan, di zaman Soeharto tidak pernah dilakukan demo kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh mahasiswa. Karena harga minyak tanah dan listrik memang selalu stabil.

“Yang jelas harga-harga di masa kepemimpinan Soeharto semuanya stabil, ekonomi baguslah,” ucapnya.

Meski pasca reformasi, pembangunan difokuskan di wilayah Jawa dan Ibu Kota Provinsi, wilayah Luwu pada tahun 1997 telah mulai dilakukan pemekaran dan listrik mulai diadakan.

“Listrik mulai masuk di Tanah Luwu itu pada zaman Pak Soeharto. Selain itu terdapat tiga masjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Pancasila khususnya yang berada di Kota Palopo,” katanya lagi.

Sementara, warga Luwu Utara, Harumin Lumang mengisahkan tentang sosok Soeharto. Menurutnya, Bapak Pembangunan tersebut memiliki sifat otoriter untuk kepentingan masyarakat Indonesia.

“Seandainya Pak Harto masih mau bertahan dan berkuasa pada saat itu, masih bisa. Tapi dia tidak ingin rakyatnya jadi korban, sehingga dia mengundurkan diri,” ucapnya.

Sebagai salah satu kepala dusun di Luwu Utara, ia kerap kali mendengar keluhan warga terkait kenaikan bahan pokok.  “Dulu, secara ekonomi tidak ada masyarakat yang mengeluh terkait pendapatannya. Hasil pertanian juga dihargai cukup baik. Tidak seperti sekarang ini, masyarakat dan petani kecil banyak yang mengeluh. Dulu tidak ada yang terpuruk sekali,” katanya.

Meski Presiden kedua RI itu telah wafat, namun jejak kepemimpinannya sampai saat ini masih bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Menghabiskan waktu 32 tahun untuk memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi bukti bahwa Soeharto dipercaya oleh masyarakat Indonesia.

“Salah satu prinsip Soeharto ialah lebih baik menghilangkan satu tanaman dibanding seribu tanaman lainnya. Maksudnya ialah jika ada orang jahat yang ingin merusak Indonesia lebih baik dieksekusi daripada merugikan masyarakat yang tidak berdosa,” katanya. [ns]