DPR Kecam Tudingan Pendidikan Agama Pemicu Politisasi Agama

DPR Kecam Tudingan Pendidikan Agama Pemicu Politisasi Agama
BERITA TERKINI - Pernyataan praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono yang menyebut pendidikan agama di sekolah menjadi pemicu politisasi agama direspons keras oleh kalangan DPR. 

Wakil Ketua Komisi X DPR Reni Marlinawati mengatakan pernyataan yang menganggap pendidikan agama sebagai pemicu adanya politisasi agama merupakan pernyataan yang keluar batas. 

"Tudingan terhadap pendidikan agama sebagai pemicu adanya politisasi agama merupakan pernyataan yang offside, ahistoris dan tidak paham dengan sistem pendidikan nasional," kata Reni di Jakarta, Minggu (7/7/2019). 

Wakil Ketua Umum DPP PPP ini mengatakan pernyataan tersebut merupakan agitasi dan propaganda yang menyulut polemik di tengah publik. 

Ia meminta Setyono Djuandi Darmono untuk mengklarifikasi pernyataan tersebut. 

"Publik dibuat resah dengan pernyataan tersebut," sebut Reni. 

Reni menuturkan dalam UU UU No 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional telah jelas mata pelajaran pendidikan agama menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional di Indonesia. 

Menurut dia, pengajaran pendidikan agama merupakan hak yang diterima oleh anak didik. 

"Pasal 12 ayat (1) huruf a UU Sisdiknas secara tegas menyebutkan bahwa anak didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama," jelasnya.

Reni menyebutkan tudingan pendidikan agama sebagai pemicu adanya politisasi agama merupakan tindakan simplifikasi. Menurut dia, agama tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan politik dan kehidupan sosial lainnya. 

"Agama harus menjadi sumber nilai etik dalam berpolitik dan dalam kehidupan sosial lainnya," tuturnya.

Reni melanjutkan jika ada persoalan agama dijadikan komoditas politik merupakan perkara yang berbeda yang tidak bisa dikaitkan dengan materi pendidikan agama di sekolah. 

"Politisasi agama merupakan hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan pembelajaran pendidikan agama di lembaga pendidikan. Jika logika itu dipakai, bagaimana dengan madrasah dan pesantren?" tegasnya. [tsc]