Para Pelajar yang Ikut Aksi Unjuk Rasa Terancam Kehilangan Hak Pendidikan, Begini Tanggapan KPAI

Para Pelajar yang Ikut Aksi Unjuk Rasa Terancam Kehilangan Hak Pendidikan, Begini Tanggapan KPAI
BERITA TERKINI - Para pelajar yang mengikuti aksi demo di berbagai wilayah Indonesia terancam dimasukkan ke dalam sistem pencatatan kepolisian dan tidak mendapat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Oleh karena itu, para pelajar bisa kehilangan hak atas pendidikan bahkan pekerjaan, dikutip TribunWow.com, dari Tribunnews.com Kamis (3/10/2019).

Laporan mengenai terancamnya para pelajar kehilangan hak pendidikan serta pekerjaan itu diterima oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari berbagai kalangan.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menuturkan pihaknya mendapatkan sejumlah pengaduan dari masyarakat baik secara perorangan maupun organisasi.

Retno Listyarti mengatakan para pelajar bahwa pelajar dibawah umur itu tidak melakukan tindakan kriminal.

"Padahal mereka tidak melakukan tindakan kriminal," ujar Retno Listyarti, dalam keterangannya pada Kamis (3/10/2019).

Menurut Retno Listyarti walaupun mereka masuk ke dalam kategori Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), negara harus tetap memenuhi hak pendidikan anak-anak.

Negara juga wajib menjamin hal ABH dalam memperoleh pendidikan walaupun aksi unjuk rasa yang diikuti para pelajar itu tidak disertai surat pemberitahuan.

Ia menagatakan menurut Undang-undang (UU) Perlindungan Anak, pihak kepolisian memiliki kewajiban untuk membantu serta memfasilitasi anak (siswa) dalam menyampaikan pendapat.

Retno Listyarti menambahkan apabila tidak ada surat pemberitahuan rencana aksi unjuk rasa memang dianggap pelanggaran.

Namun sanksi yang diatur dalam Pasal 15 UU No. 9 Tahun 1998 dan tidak dikategorkan sebagai pelanggaran pidana.

Akan tetapi sanksinya adalah pihak kepolisian diberikan kewenangan untuk membubarkan massa aksi unjuk rasa.

"Bukan malah menangkap atau mengamankan dan membawa (pelajar) ke kantor kepolisian dan selanjutnya melakukan pemeriksaan tanpa ada pendampingan dari pihak PK – Bapas atau pendamping sosial, sesuai ketentuan UU Perlindungan anak dan Sisitem Peradilan Pidana Anak," jelas Retno Listyarti.

Retno Listyarti menuturkan dalam menangani kasus itu, KPAI akan membahas masalah ini dalam rapat koordinasi dengan Tim Terpadu Perlindungan Anak yang dibentuk pada Rabu (2/10/2019).

Tim Terpadu Perlindungan Anak itu terdiri dari Kementerian/Lembaga terkait, yakni KPAI, Kementerian PPPA serta Kemeninfo.

Selain itu dalam tim tersebut turut bergabung Kemdikbud, Kementerian Agama, Kemenko Polkumhan, dan Polri.

"Tim Terpadu Perlindungan Anak dikoordinatori oleh Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA," terang Retno Listyarti.

"Tim terpadu Perlindungan Anak yang berisi Kementerian/lembaga terkait wajib menindaklanjuti permasalahan ini," sambungnya.

Diketahui bahwa memang ada banyak pelajar yang mengikuti aksi demo terkait penolakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan juga Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK).

Diberitakan sebelumnya petugas kepolisian banyak menemukan para pelajar tengah tidur di trotoar depan Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara setelah mengikuti aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI pada Senin (1/10/2109). 

Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Budhi Herdi mengatakan menemukan pelajar di trotoar depan Kejari dan seputaran terminal serta stasiun Tanjung Priok, dikutip  dari Tribunnews.com.

"Banyak anak-anak yang terlihat seperti anak sekolah pada tergeletak tidur di trotoar depan Kejari dan seputaran terminal serta stasiun Tanjung Priok," kata Budhi Herdi, Rabu (2/10/2019).

Saat pihak kepolisian mengamankan para pelajar itu, mereka dalam kondisi yang kelaparan.

Petugas kepolisian bahkan menemukan dua pelajar sekolah dasar (SD) yang masih duduk di kelas 6.

"Saat mengamankan tersebut, ternyata ada dua anak yang juga abis ikut demo setelah ditanya ternyata anak SD kelas 6 di Cikampek," ungkap Budhi Herdi.

Diketahui bahwa para pelajar yang tidur di trotoar setelah mengikuti aksi unjuk rasa pada Senin (1/10/2109).

Pengamanan para pelajar itu bermula saat pihak kepolisian mendapatkan informasi dari Kajari.

"Tadi pagi kami mendapatkan informasi dari Kajari pada saat kajari itu mau masuk kantor itu melihat di halaman kantor Kejari, banyak anak-anak yang tidur di trotoarnya," jelas Budhi Herdi.

"Dengan pakaian SMA seperti kelihatan kelelahan sehingga kemudian dia lapor ke kami," sambung Budhi Herdi.

Setelah mengamankan para pelajar di depan Kejari, petugas kepolisian pun melakukan penelusuran.

Petugas menemukan sejumlah pelajar lainya di kawasan Stasiun Tanjung Priok.

Apabila dijumlahkan pelajar yang tidur di jalanan mencapai 59 orang.

Saat dimintai keterangan oleh polisi, pelajar itu mengaku mengikuti aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI dan melakukan kerusuhan.

"Ada yang sudah sampai ke sekitar Gedung DPR/MPR, tepatnya di sekitar wilayah Palmerah dan mereka di antaranya juga ada yang ikut melempar-lempar polisi tadi malam di seputar Palmerah," terang Budhi.

Ia mengatakan bahwa pelajar tersebut mengikuti aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR lantaran diiming-imingi sejumlah uang.

Sayangnya saat telah sampai di lokasi yang dimaksud para pelajar itu tidak menemukan orang yang telah berjanji memberikan uang.

Diketahui bahwa pihak kepolisian tengah mencoba untuk menghubungi dan memanggil orang tua dari para pelajar yang diamankan di Mapolres Metro Jakarta Utara.

"Kami minta bantuan dari LPAI untuk datang untuk sama-sama melakukan pendekatan ke anak-anak," ungkap Budhi.

Diketahui bahwa para pelajar itu berasal dari berbagai daerah yakni Cirebon, Cikampek, Sumedang bahkan ada yang dari Kuningan.[tn]