Jadi Saksi Kunci Keterlibatan PDIP, PA 212: Masiku Harus Ditangkap

BERITA TERKINI - Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 akan menggelar kegiatan aksi pada Jumat 21 Februari 2020 untuk mengkritisi skandal megakorupsi. Salah satu kasus yang disoroti soal dugaan suap yang menjerat politikus PDIP Harun Masiku.

Status Masiku yang masih buron hingga tiga pekan lebih menjadi teka-teki. Juru Bicara PA 212, Novel Bamukmin, menyindir keberadaan Masiku yang masih misterius sampai saat ini.

"Diduga Harun Masiku saksi kunci kasus megaskandal korupsi dan bisa membuka juga sepak terjang partai banteng ngamuk itu," kata Novel.

Novel menuturkan, Masiku diduga sudah sejak lama berada di Tanah Air. Namun, ada dugaan Masiku disembunyikan karena mengancam eksistensi penguasa saat ini. Untuk itu, ia meminta kepada aparat penegak hukum seperti Polri dan KPK agar segara menangkap Masiku.

"Hidup atau mati Harun Masiku harus ditangkap," katanya.

Masiku merupakan tersangka KPK dalam dugaan kasus pengurusan antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Masiku direkomendasikan PDIP untuk menggantikan caleg terpilih dari daerah pemilihan atau dapil Sumatera Selatan I, Nazarudien Kiemas yang meninggal dunia.

Selain Masiku, PA 212 dan kawan-kawan menyoroti kasus lainnya seperti korupsi Jiwasraya hingga Asabri. Mereka akan turun beramai-ramai di depan gedung DPR, pada Jumat, 21 Februari 2020.

Terus disorot, elite PDIP menyampaikan pembelaan untuk kadernya, Harun Masiku. Salah satu elite PDIP yang menyuarakan adalah Anggota DPR, Adian Napitupulu. Ia menilai Masiku sebagai korban dari iming-iming yang dilakukan eks komisioner KPU Wahyu Setiawan. Adian bahkan menyebut Masiku layak dapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Boleh enggak dia datang ke LPSK minta perlindungan? Kalau menurut saya harusnya dilindungi. Kenapa, butuh kepastian. Dia nih siapa, posisinya sebagai apa," ujar Adian di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Adian menjelaskan, kasus ini bermula dari meninggalnya caleg terpilih PDIP dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas. Terkait siapa pengganti Nazarudin, lantas PDIP mengajukan uji materi Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Kemudian, MA memutuskan bahwa partai sebagai penentu pergantian antar waktu (PAW), berpegang putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019, PDIP memutuskan Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas. Namun, permintaan itu ditolak KPU pada 31 Agustus 2019.

Adian bilang, Harun hanya memperjuangkan haknya yang telah didapat karena adanya keputusan partai yang didasari putusan MA. Saat dia memperjuangkan itu, ada tawaran dari Wahyu Setiawan yang merupakan komisioner KPU untuk membayar sejumlah uang agar Harun mendapatkan haknya.

"Karena dalam kapasitas hukum Harun merasa benar, dia bayarlah itu. Jadi, dia korban atau pelaku? Korban. Dia berusaha mendapatkan haknya karena KPU memutuskan hal yang berbeda dengan putusan MA," ujarnya.

Sumber: wartaekonomi.co.id