Puisi Novel Baswedan Di Tengah Sengkarut Jiwasraya Dan Penegakan Hukum

SEMUA berawal dari pernyataan Jokowi sebagai Presiden di Balikpapan pada Rabu (18/12), yang berbunyi:

"Ini adalah persoalan yang sudah lama sekali. Mungkin, 10 tahun lalu. Problem ini sudah, mungkin, tiga tahun, kami tahu dan ingin menyelesaikan masalahnya. Tetapi, ini bukan masalah yang ringan."

Dari kalimat di atas bisa kita simpulkan bahwa Jokowi sedang melempar kesalahan kepada pemerintahan SBY. Sebab 10 tahun yang lalu adalah masih pemerintahan SBY. Pernyataan Jokowi, kemudian dibantah oleh Said Didu sebagai Sekretaris BUMN pada saat itu  memberikan jawaban bahwa permasalahan Jiwasraya adalah dampak permasalahan tahun 1998.

"Sehingga tahun 2005 saat saya masuk itu ada utang sekitar Rp 6 triliun. Kemudian, utang Rp 6 triliun tersebut dapat terbayar pada 2009 dan selesai. Mulai dari 2009, Jiwasraya menjadi sangat sehat dan kelihatan puncak sehatnya pada 2016, dengan untung lebih dari Rp 1 triliun," diungkapkan Said Didu untuk menjelaskan duduk persoalannya sebenarnya.

Bahkan SBY lewat staf pribadinya Ossy Darmawan menyatakan bahwa yang diketahui, krisis besar Jiwasraya terjadi dua tahun terakhir, 2018-2019. Jika ini pun tidak ada yang bertangung jawab, ya sudah, salahkan saja tahun 2006.

Para pejabat tahun 2006 juga masih ada, mulai dari Said Didu, Wapres JK, Menkeu SMI, Menteri BUMN dan lain-lain. Tapi, tak perlu mereka disalahkan.

Sengkarut Jiwasraya
Bahwa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sedang mengalami masalah pada neraca keuangan. Hal ini tercermin dari risk based capital (RBC) atau rasio kecukupan modal di perusahaan tercatat minus 805 persen. Padahal sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) modal minimal yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi baik umum atau jiwa adalah 120 persen.

Sementara itu Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengungkapkan di depan ruang sidang Komisi VI, bahwa sebelum dirinya masuk ke Jiwasraya, perusahaan memang sudah dalam kondisi tidak baik. Di mana RBC sudah minus 805 persen. Untuk menuju 120 persen, dalam hal ini menyelamatkan perusahaan, dibutuhkan dana Rp 32,89 triliun.

Lalu untuk menyelamatkan perusahaan membutuhkan uang yang besar dan tidak bisa satu inisiatif. Butuh penyelesaian secara bertahap dan porsi tertentu. Sebab strategic partner yang akan masuk hanya memberikan kesempatan hingga akhir kuartal I 2020. Nantinya akan diselesaikan utang klaim yang paling utama dan perusahaan harus tetap beroperasi.

Perlu diketahui Jiwasraya memiliki total ekuitas atau selisih aset dan kewajiban minus Rp 23,92 triliun. Angka tersebut berasal dari jumlah aset per kuartal III/2019 Rp 25,6 triliun, sedangkan utangnya mencapai Rp 49,6 triliun.

Selain itu, kerugian Jiwasraya per September 2019 mencapai angka Rp 13,74 triliun. Sedangkan, perusahaan BUMN ini juga memiliki total kewajiban klaim asuransi sebesar Rp 16,3 triliun (diambil dari Detik).

Politisasi Jiwasraya
Sebagai perusahaan BUMN, PT Jiwasraya telah mengalami kegagalan sekitar tahun 2018-2019. Pertanyaannya apakah buku neraca tidak bisa dibaca? Apakah BPK tidak melakukan audit terhadap PT Jiwasraya?

Dari pertanyaan di atas, kita bisa menyimpulkan, bahwa di era pemerintahan Jokowi semua menjadi pertanyaan dari semua pelaporan, baik itu keuntungan ataupun kerugian dari semua perusahaan yang ada di BUMN.

Hal itu menjadi tanda tanya besar ketika kasus Jiwasraya, Erick Thohir sebagai Menteri BUMN menjadi diam dan tidak seperti ketika kasus Garuda mencuat. Erick Thohir sebagai Menteri BUMN yang baru dengan penuh percaya diri mengatakan secara gagah di depan media, bahwa terjadi masalah di tubuh Garuda.

Di mana ditemukan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton yang tidak memiliki pajak berada di dalam pesawat Garuda. Erick memberikan pesan bahwa pembersihan di tubuh BUMN menjadi prioritas utama dan penting.

Ternyata keberanian itu hanya sebuah sandiwara yang murahan. Ketika kasus Jiwasraya muncul, Erick Thohir diam dan minta kasus Jiwasraya tidak dipolitisir. Erick bukan menjelaskan asal muasal sengkarut Jiwasraya.

Di sisi lain, partai pendukung diam seribu bahasa karena mereka adalah satu koalisi pendukung Jokowi. Memang ada beberapa oknum ingin menarik ke hal politis, tapi semua gagal. Hal itu dikarenakan Jiwasraya sebagai perusahaan asuransi yang dimiliki hampir 5 juta nasabah menjadi viral karena ada kerugian sekitat 13, 7 T.

Menariknya ada sekitar 400 lebih warga Korea Selatan juga menjadi nasabahnya. Bahkan Dubesnya mengatakan, kasus Jiwasraya agar segera diselesaikan dan mempehatikan warganya yang menjadi nasabah.

Pernyataan Dubes Korsel adalah yang membuat pemerintah menjadi panik dan berusaha dibawa ke ranah politik, tapi gagal. Lalu mencoba membuat narasi baru seolah-olah sejak tahun 2006 dimulai awal kegagalannya. Tapi narasi itu tak kuat, sebab ada pelaporan yang tercatat dengan jelas dan sulit dibantahkan.

Sepertinya pemerintahan Jokowi tidak hati-hati dalam mengelola BUMN. Karena di era kepemimpinannya banyak kegagalannya dalam mengelola BUMN.

Menurut data dari Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Bisnis Kementerian BUMN peningkatan utang BUMN meningkat cukup signifikan pada 2017. Saat itu, utang BUMN meningkat 113,43 persen menjadi Rp 4.830 triliun. Jumlahnya kembali meningkat sepanjang 2018.

Dari data di atas, sebetulnya rakyat juga akan maklum kalau kondisi perekonomian kita sedang susah dan mengalami stagnan di kisaran 5 persen, ditambah dengan pengaruhnya ekonomi global. Bahkan diramalkan oleh banyak pengamat ekonomi, ekonomi kita cenderung menurun pada 2020 nanti.

Persoalan di atas adalah realitas yang sulit dialihkan keranah politik. Sebab rakyat sudah semakin cerdas. Jangan sampai rakyat justru marah terhadap pemerintahan Jokowi, jika kemudian selalu saja "colong playu tinggal glanggang".

Tak dipungkiri banyak catatan mengenai kasus Jiwasraya bermasalah ketika kita sedang menghadapi pemilu. Jadi sangat wajar kalau banyak spekulasi yang mengkaitkan dengan persoalan tersebut. Bahkan kemudian ada rumor liar, yang beredar di masyarakat bahwa kasus Jiwasraya akan ditutupi dengan tertangkapnya penyiram Novel Baswedan.

Semua serbamungkin, bahwa rumor itu bisa menjadi kenyataan. Sebab sudah lebih dua tahun penyiram Novel belum tertangkap. Bahkan ada aktivis PDIP yang bernama Dewi Tanjung melaporkan ke pihak polisi, bahwa kasus Novel adalah rekayasa.

Hal itu terbantahkan dengan ditangkapnya dua anggota polisi aktif sebagai tersangka pelaku penyiraman Novel Baswedan. Bahkan sampai sekarang polisi tidak melakukan tindakan apapun terhadap Dewi Tanjung. Laporannya pun sampai di mana kelanjutannya, tidak ada kejelasan.

Puisi Novel di PBB
Novel Baswedan adalah penyidik senior KPK yang mengalami teror penyiraman air keras yang membuat mata kirinya rusak. Setelah jadi pembicara dalam konferensi negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam penandatangan kovensi menentang korupsi (COSP-UNCAC) pada Senin 16/12/2019 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).

Novel Baswedan dalam acara tersebut menjelaskan selama menjadi penyidik, sebanyak 197 tersangka telah dijebloskan ke penjara. Di antaranya ada Ketua MK, Ketua DPR, 3 menteri, 6 gubernur, 72 anggota DPR/DPRD, 18 bupati dan wali kota, dua jenderal polisi, empat hakim, tiga jaksa. Dari berbagai kasus yang ditangani, KPK berhasil mengamankan uang negara sebesar lebih dari Rp 2 triliun.

Dalam konferensi COSP-UNCAC itu ada sesi khusus tentang perlindungan bagi lembaga dan pegawai antikorupsi. Di forum itulah Novel berbicara tentang aksi kekerasan yang menimpanya selama menangani kasus-kasus korupsi.

Setidaknya ada tujuh aksi teror yang dialami Novel, termasuk penyiraman air keras yang membutakan mata kirinya. Selain itu ada pula aksi seperti ditabrak motor dan mobil hingga terluka. Novel juga sempat dikriminalisasi dan dipenjarakan. Sayangnya berbagai aksi teror tersebut banyak yang tidak terungkap.

Sepertinya kasus Novel bak puisi yang dibaca indah di tengah sorotan kasus Jiwasraya yang dirampok oleh para oligarki. Puisi Novel menjadi orkestrasi kegagapan para aparat penegak hukum itu sendiri.

Himawan Sutanto
Aktivis 1980-an