BERITA TERKINI - Banjir Jakarta di awal 2020 ini dinilai publik tak lepas dari kegagalan Anies Baswedan dalam penanganan banjir di ibu kota.
Tak sedikit pula yang menyebut bahwa banjir Jakarta disebabkan kiriman air dari Bogor. Sebagian yang lain menilai, Jakarta memang memiliki sejarah panjang soal banjir sejak era kolonial.
Terlepas dari berbagai diskursus dan pendapat, ada empat fakta banjir Jakarta dan sekitarnya yang diungkap Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Pertama, cuaca ekstrim itu disebabkan aktifnya Monsun Asia yakni adanya angin yang berembus secara periodik dari Benua Asia menuju Benua Australia yang melewati Indonesia.
Siklus Monsun Asia itu sendiri berlangsung setiap Desember hingga Februari.
“Angin periodik ini mengindikasikan musim hujan di Indonesia sedang berlangsung,” jelas Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Miming Saepudin, Kamis (2/1/2020).
Saat ini, Benua Asia di belahan bumi utara sedang mengalami musim dingin. Sementara Australia di belahan selatan berada di musim panas.
Indonesia yang berada di garis khatulistiwa terdampak pergerakan angin tersebut.
Kedua, cuaca ekstrim juga terimbas pola konvergensi dan perlambatan kecepatan angin di beberapa wilayah.
Dengan begitu, uap air yang menjadi awan hujan terkonsentrasi di suatu wilayah sehingga air yang turun intensitasnya tinggi.
“Hujan deras dan dalam waktu lama dapat terjadi akibat konvergensi dan perlambatan tersebut,” sambungnya.
Ketiga, cuaca ekstrim juga disebabkan suhu hangat permukaan laut di Indonesia dan sekitarnya.
Kondisi tersebut lantas memicu mudahnya air menguap ke udara dan terkumpul menjadi awan hujan.
“Sehingga menambah pasokan uap air cukup tinggi untuk mendukung pembentukan awan hujan,” bebernya.
Terakhir, adanya fenomena gelombang atmosfer, yaitu Equatorial Rossby Wave dan Kelvin Wave.
Gelombang atmosfer tersebut dapat meningkatkan potensi udara basah di sejumlah wilayah Indonesia yang menyebabkan hujan.
Keempat fenomena itu terjadi secara bersamaan di Indonesia sehingga memicu curah hujan tinggi, utamanya di Jabodatabek.
“Sementara daerah resapan air di kawasan ibu kota tergolong sempit,” pungkasnya.
Di sisi lain, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dibantu TNI akan melakukan modifikasi cuaca di Jabodetabek mulai hari ini, Jumat (3/1).
Modifikasi cuaca itu dilakukan untuk mengurangi intensitas hujan ekstrim yang menyebabkan banjir beberapa hari terakhir.
Kepala Pusdatin dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo mengatakan, penggunaan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk Jabodetabek telah diputuskan dalam rapat koordinasi (rakor) penanganan banjir Jabodetabek di Kantor BNPB pada Kamis (2/1).
“Hasil rakor penanganan banjir Jabodetabek di BNPB memutuskan untuk melakukan operasi TMC guna mengurangi jumah hujan yang jatuh di wilayah Jabodetabek,” kata Agus, Kamis malam.
Dalam rakor tersebut, lanjut Agus, Kepala BNPB Doni Monardo telah memerintahkan BPPT dan TNI untuk segera memulai operasi tersebut pada Jumat ini.
“Setelah melakukan persiapan dan koordinasi, maka mulai besok Jumat (hari ini-red) operasi TMC akan dimulai,” katanya.
Tim TMC pada hari ini direncanakan akan melakukan 4 sortie penerbangan, 2 sortie mulai jam 09.00 WIB dan 2 sortie pada siang hari.
Komando operasi ini sendiri dipusatkan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta. [psid]