Aneh! ODP Corona Terus Bertambah, Rumah Karantina Wisma Atlet Kosong Melompong

BERITA TERKINI - Wisma Atlet di Pacitan, Jawa Timur, yang digadang-gadang Pemerintah Kabupaten maupun Gugus Tugas setempat sebagai Rumah Karantina bagi para terduga Covid-19, termasuk mereka yang berstatus Orang Dalam Pengawasan (ODP), ternyata kosong melompong. Tak ada satu pun ODP di sana, apalagi Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

Meski tak ada satu pun pasien, para petugas medis tetap terlihat selalu standby di Wisma Atlet Pacitan tersebut.

Situasi itu membuat sejumlah anggota Komisi II DPRD Pacitan keheranan dan bertanya-tanya. Pasalnya, data ODP di Pacitan sebenarnya setiap hari terus bertambah.

Rudi Handoko, anggota Komisi II yang juga Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Pacitan, mengisahkan pengalamannya saat melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke Wisma Atlet pada Selasa (14/4/2020).

“Kami sungguh bingung. Referensinya, Wisma Atlet itu jadi tempat karantina atau isolasi. Tetapi, faktanya, tidak ada satu pun yang menjalani masa karantina di sana. Melihat situasi seperti itu, saya tidak tahu, bagaimana kelanjutan dari kebijakan Pemkab dan Gugus Tugas yang menjadikan Wisma Atlet sebagai tempat karantina,” kata Rudi Handoko kepada Kontributor MoeslimChoice di Pacitan, Suluh Apriyanto, Rabu (15/4/2020).

Keheranan Rudi itu memang masuk akal. Pasalnya, setiap hari, di posko-posko perbatasan, pendataan ODP terus bertambah. Lantas, ke manakah para ODP itu? Sedangkan Wisma Atlet sendiri jelas-jelas melompong, tanpa kehadiran seorang pun ODP.

“Bicara soal pendataan di masing-masing posko perbatasan, angka ODP itu setiap harinya terus bertambah. Pendatang terus masuk. Tetapi, kenapa di sini (Wisma Atlet) kosong? Padahal, para petugas medis, yang dibantu sejumlah aparat keamanan, selalu bersiaga,” imbuhnya.

Terpisah, anggota Komisi II DPRD Pacitan lainnya, Ririn Subianti, yang juga duduk di Badan Kehormatan Desan dan Bapemperda, menyampaikan pandangan senada.

Menurutnya, penjadwalan tenaga medis yang ditugaskan di Wisma Atlet perlu dievaluasi. Pasalnya, kalau memang tidak ada satu pun ODP yang mau dikarantina di sana, keberadaan mereka menjadi kurang efektif.

“Saya kira, penjadwalan tenaga medis di Wisma Atlet ini perlu dievaluasi. Kenapa? Ya, karena tidak ada satu pun ODP yang mau dikarantina di sana, kok. Jadi, pengorbanan para tenaga medis itu, yang telah meninggalkan tugas utamanya, seperti bidan desa yang harus menutup Polindes saat menjalani jadwal piket, terasa sia-sia saja. Kebijakan terkait Wisma Atlet itu sepertinya kurang efektif,” tegas Ririn.

Ia mengisahkan, sebelumnya, memang ada ODP yang sempat menjalani karantina di Wisma Atlet. Tetapi, lanjutnya, hanya berjalan beberapa hari, karena mereka pulang untuk menjalani isolasi mandiri di rumah setelah mengisi surat pernyataan.

Ririn berharap, penunjukan posko-posko pantau atau tempat karantina dan isolasi di Wisma Atlet oleh Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Pacitan ini jangan sekadar formalitas.

“Ya, jangan cuma formalitas, tentunya. Harus ada monitoring dan evaluasi dari Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Pacitan, yang dilakukan secara berjenjang, periodik, dan berkelanjutan. Kalau memang sudah dirasa tidak efektif, ya ambil kebijakan baru yang lebih tepat dengan perubahan situasi dan kondisi,” harap Ririn.

Ia meyakini, dengan makin dekatnya bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, data ODP maupun Orang Dalam Risiko (ODR) juga bakal kian bertambah.

“Sekarang saja, jumlah ODP dan ODR terus bertambah setiap hari. Apalagi nanti, menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri,” katanya kepada MoeslimChoice.

Maka, ia pun sangat menyayangkan sikap para ODP dan ODR itu yang justru lebih memilih isolasi mandiri di rumahnya masing-masing. Hal itu menyulitkan proses pemantauannya, karena tidak bisa diyakini juga apakah mereka betul-betul melaksanakan isolasinya secara tertib selama 14 hari.

“Tentunya ini menjadi tugas bersama, bagaimana memantau orang-orang yang menjalani isolasi mandiri di rumah, dan bagaimana pula menjaga keluarga di sekitarnya selama 14 hari. Mungkinkah mereka bisa terpantau dengan baik setiap saat? Dalam hal ini, tentunya para petugas kesehatan harus didukung oleh banyak pihak, mulai dari Babinkamtibmas, Babinsa, Kades, hingga Ketua RW dan RT,” pungkas Ririn. []