Desak Jokowi Stop Program Prakerja, Jumhur Hidayat: Kartu Prakerja Perampokan Uang Negara, Harus Disetop

Bukan Gaji Pengangguran, Ini Fungsi Kartu Pra Kerja, (Foto: liputan6.com)
BERITA TERKINI – “Hari ini sedang terjadi pencurian bahkan mungkin tepatnya perampokan uang negara, uang rakyat, secara besar-besaran yang membonceng pelaksanaan kartu prakerja, yang sesungguhnya program itu diawali niatnya baik,”

Demikianlah ucap mantan Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat, dalam rilisnya, Kamis (30/4). Hal itu diucapkan sebagai bentuk kritikan terhadap program prakerja yang dibuat oleh pemerintah. Seperti dikutip dari kumparan (30/04/2020).

Jumhur menyoroti alokasi anggaran sebesar Rp 5,6 triliun bagi platform penyedia pelatihan online yang dia sebut ‘pemain tengah’ di kartu prakerja, yang tidak punya kompetensi mengelola dana sebesar itu.

“Apalagi pekerjaan dilakukan dengan membajak tugas pokok dari Kementerian Ketenagakerjaan, Ditjen Binalattas (Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas) yang telah terbiasa berpuluh tahun melaksanakan tugas tersebut walau dengan anggaran seadanya dan jauh di bawah Rp 20 triliun,” bebernya.

Untuk perkuat kritikannya, Jumhur juga melakukan hitung-hitungan, jika dibuat konten pelatihan melalui video dengan biaya per pelatihan Rp 70 juta, maka hanya perlu Rp 140 miliar untuk membuat 2.000 konten pelatihan seperti di kartu prakerja.

“Tidak perlu lagi ada pemain tengah berupa 8 provider digital platform yang mengharuskan dibayar uang negara lebih dari Rp 5,6 triliun. Ini artinya ada keuntungan 40 kali lipat atau 4.000 persen yang dinikmati perusahaan platform digital itu,” lanjutnya.

Menurut Jumhur, sebenarnya Kemenaker sudah cukup sebagai lembaga negara yang mengelola dana untuk mereka yang belum kerja atau korban PHK. Kementerian ini punya dinas di tiap kabupaten dan kota, sehingga terstruktur dan punya data.

Setiap pencari kerja di daerah akan mendatangi Disnaker untuk mencatatkan diri dan mendapatkan kartu AK 1 atau sering disebut kartu kuning. Begitu juga hampir semua industri yang mem-PHK selalu lapor Disnaker untuk didata.

“Data tersebut direkap di provinsi dan bermuara di Kemenaker, sehingga tidak ada lembaga paling mengerti kompeten untuk diketahui berapa jumlah calon pekerja dan ter-PHK selain dari Kemenaker ini,” terangnya.

Sehingga tidak masuk akan tugas Kemenaker diganti oleh manajemen pelaksana bersifat adhoc yang dibentuk komite di bawah Kemenko Perekonomian. 

“Pasti kelembagaan itu kaleng-kaleng atau abal-abal yang memang fungsinya untuk menyembunyikan rencana jahat menggarong atau merampok uang negara,” kritiknya.

Selanjutnya Jumhur mendesak pemerintah khususnya presiden Jokowi untuk segera menghentikan program prakerja yang sudah menghabiskan Rp 166 miliar dari Rp 5,6 triliun dan mengalokasikan anggaran sisanya untuk mereka yang ter-PHK akibat wabah corona.

“Presiden harus segera menghentikan cara yang vulgar dan ugal-ugalan dalam merampok uang negara tersebut.”

“Bila presiden tidak hentikan perbuatan tercela ini, maka artinya presiden merestui perbuatan tercela jajaran di bawahannya tersebut. Perampokan itu sangat telanjang dan kasat mata,” tegasnya.[idt]