Warga Malawi Tolak Lockdown: Kami Bisa Mati di Dalam Rumah

BERITA TERKINI - Pengadilan Malawi telah membatalkan sementara keputusan pemerintah negeri itu untuk menerapkan lockdown (karantina wilayah) untuk mengendalikan penyebaran virus Corona. Ini terjadi setelah pengadilan Malawi memutuskan menolak upaya pembatasan sosial. Banyak warga yang merasa lega atas keputusan ini.
"Seandainya lockdown itu diterapkan, kita pasti akan mati karena kelaparan dan bukan karena virus Corona," kata penjual pakaian bekas Thom Minjala di Malawi, seperti yang dilansir AFP, Selasa (21/4/2020).

Kebanyakan orang Malawi hidup dengan pendapatan kurang dari satu dolar AS per hari. Mereka umumnya bekerja di sektor perdagangan informal atau pekerjaan sambilan dengan penghasilan rendah.

"Tentu saja, kami takut dengan penyakit itu tetapi ketakutan nomor satu kami adalah kelaparan," ujar Minjala.

"Kami tidak punya uang untuk ditabung, apa pun yang kami hasilkan dari penjualan harian adalah apa yang memberi kami makan untuk hari itu," lanjutnya.

Sementara itu, George Mithengo, seorang penjual di pasar utama Blantyre, mengatakan bahwa pemerintah "seharusnya melakukan apa yang dilakukan negara lain" seperti membuat penyediaan makanan bagi orang miskin.

"Tapi di sini mereka hanya mengatakan kita lockdown. Bagaimana mereka mengharapkan kami untuk bertahan hidup? Kami bisa mati di dalam rumah," katanya.

Malawi sejauh ini baru mengkonfirmasi 17 kasus positif Corona dan dua kematian. Namun, Presiden Malawi Peter Mutharika telah memperingatkan bahwa tanpa lockdown, COVID-19 dapat membunuh sekitar 50.000 orang.

Tidak lama setelah Presiden Mutharika mengumumkan lockdown pada pekan lalu, sejumlah pedagang turun ke jalan guna memprotes kebijakan itu.

Sementara itu, Koalisi Pembela Hak Asasi Manusia membawa kasus ini ke pengadilan, yang kemudian memutuskan untuk menghentikan sementara lockdown selama 7 hari menunggu selesainya peninjauan kembali. Pihak koalisi menuduh pemerintah melakukan "pendekatan sembrono".

"Apa yang kami inginkan adalah keseimbangan hak asasi manusia saat memerangi pandemi. Lockdown itu mungkin dilakukan dengan langkah-langkah yang sehat dan bukan tindakan biasa yang dimaksudkan untuk menggagalkan kebebasan orang," kata pemimpin koalisi, Gift Trapence.
Sementara itu, kekhawatiran pemerintah adalah virus akan terus menyebar. "Dalam tujuh hari yang diberikan hakim untuk persidangan antar partai, dia tidak mengeluarkan perintah terhadap virus untuk berhenti menyebar," kata jaksa agung negara bagian Kalekeni Kaphale, kepada media setempat pada akhir pekan.(dtk)