Regenerasi PDIP, Trah Sukarno dan Kans Jokowi Pimpin Banteng

BERITA TERKINI - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersiap melakukan regenerasi total. Rencana regenerasi itu dilontarkan langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Megawati mematok regenerasi total dalam partai pada 2024 mendatang, atau bertepatan dengan tahun politik penyelenggaraan pemilu presiden.

"Kita akan melakukan sebuah regenerasi, dapat dikatakan total pada tahun 2024," kata Megawati saat memberikan sambutan dalam acara Peresmian 20 Kantor DPD/DPC PDIP yang dilakukan secara daring pada Rabu (22/7).


Acara tersebut menjadi momen pertama Mega bicara soal regenerasi partai, sejak terpilih kembali menjadi Ketum PDIP, Agustus 2019 silam.

Mega memang tak menjelaskan secara rinci maksud regenerasi total yang dia sampaikan. Namun dia sempat menyinggung keberadaan partai politik dalam suatu negara yang berhasil eksis demikian lama.

Ia mencontohkan Amerika Serikat yang memiliki dua partai politik yakni Republik dan Demokrat yang masih eksis hingga saat ini.

Pengamat politik Universitas Paramadina Jakarta Ahmad Khoirul Umam memaknai isyarat singkat Megawati tersebut sebagai regenerasi kepemimpinan.

Menurutnya, pernyataan Mega soal regenerasi total pada 2024 adalah buah dari refleksi atau kesadaran politik akan kebutuhan kepemimpinan baru di PDIP.

Dugaan Khoirul, Megawati menyadari partainya telat menyiapkan kader pemimpin nasional.

Kesadaran Mega tersebut, lanjut Khoirul, mungkin terinspirasi dari regenerasi yang telah dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Partai Demokrat.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Regenerasi di Partai Demokrat disebut menginspirasi PDIP melakukan hal serupa. (Foto: Dok. Partai Demokrat)
SBY telah menunjuk putra sulungnya Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketum Demokrat 2020-2025. Pengamatan Khoirul, regenerasi dari SBY ke AHY itu telah menghasilkan insentif elektabilitas bagi Partai Demokrat.

"PDIP baru menyadari regenerasi suatu hal yang fundamental untuk menciptakan suatu mesin politik efektif. PDIP sekarang terinspirasi yang dilakukan Demokrat, karena faktanya Demokrat lebih cepat melakukan regenerasi itu," ucap Khoirul kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/7).

Sebelumnya, regenerasi di PDIP memang tak berjalan maksimal.

Selama ini regenerasi hanya terjadi di tingkat DPP, tidak di pucuk pimpinan partai. Megawati tak tersentuh di kursi tertinggi PDIP sejak partai itu terbentuk pada 1999 atau selama dua dekade.

Dengan kondisi politik seperti itu, Khoirul menyebut PDIP harus mampu menjalankan regenerasi total pada 2024 secara elegan. Jika tidak, berisiko memicu fragmentasi dan polarisasi di internal partai.

Fragmentasi Trah Sukarno

Menurut dia risiko fragmentasi cukup besar. Terlebih, dalam pengamatannya, internal PDIP selama ini telah terbagi ke dalam sejumlah faksi.

Khoirul berkata fragmentasi paling mungkin terjadi antara dua anak Megawati yakni Puan Maharani dan Muhammad Prananda Prabowo.

"Kalau dua gerbong ini tidak bisa dikomunikasikan dengan baik maka akan jadi warning, berbahaya bagi masa depan partai," ujarnya.

Namun demikian, dia melanjutkan, proses regenerasi di kursi kepemimpinan tertinggi PDIP juga harus membuka peluang kepada kader non-trah Sukarno.

Menurutnya, salah satu kader non-trah Sukarno yang memiliki peluang menjadi Ketum PDIP menggantikan Mega adalah Presiden Joko Widodo.

Khoirul berkata, Jokowi dengan latar belakang presiden selama 10 tahun bisa menjadi alternatif kepemimpinan baru di PDIP pada 2024.

"[Pada] 2024, Jokowi itu akan selesai dan Jokowi harus diingat punya kemampuan mengelola negara 10 tahun [atau] dua periode presiden dan ini berpotensi jadi alternatif kepemimpinan baru di PDIP," ucap Khoirul.

"Apalagi, dengan segmen Jawa, dengan identitas dekat kelompok minoritas," imbuhnya.

Puan Maharani, Megawati Soekarnoputri, dan Muhammad Prananda Prabowo. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Beragam skenario kandidasi itu disebut Khoirul tetap bergantung pada sosok Megawati.

Menurutnya Megawati masih memegang otoritas penuh dan punya peran yang luar biasa dalam proses regenerasi di PDIP pada 2024 mendatang.

Mega juga diyakini bisa mengantisipasi berbagai masalah yang berpotensi muncul selama regenerasi bergulir, dan mampu memilih nama yang tepat untuk kemudian mensosialisasikan ke kader partai.

"Mega punya saham politik besar, bahkan mayoritas dan dominan. Soft landing ditentukan dari exercise otoritas kekuasaan Mega, kalau dia persiapkan nama yang firm lalu disosialisasikan, bisa menetralisir potensi riak yang muncul baik di internal keluarga atau luar itu," tutur Khoirul.

Puan atau Prananda

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyebut PDIP sudah tertinggal dari Demokrat dalam hal regenerasi.

Ia menduga seruan regenerasi total dari Megawati muncul lantaran Presiden kelima RI itu melihat peta politik dan sosial saat ini mulai mengarah kepada kepemimpinan berusia muda.

"Bisa jadi ini melihat sosio politik di Indonesia, artinya politik Indonesia sudah mengarah kepemimpinan muda. Tak cuma di Indonesia karena di dunia sudah demikian," tuturnya.

Presiden Joko Widodo disebut sebagai tokoh di luar trah Sukarno yang berpeluang menjadi Ketua Umum PDIP. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Senada dengan Khoirul, menurut Ujang regenerasi pertama di pucuk pimpinan banteng akan jatuh ke tangan Puan atau Prananda. Skenario tersebut paling mungkin terjadi berdasarkan sejumlah pertimbangan.

Menurut Ujang, estafet ke tangan Puan atau Prananda bisa menimimalkan friksi politik internal.

Dari segi ideologi, Puan dan Prananda dianggap bisa menjamin partai tetap berpegang pada prinsip ideologi Sukarno.

"Regenerasi ini akan jatuh ke keluarga Mega karena begitu dipegang trah lain pertarungan akan semakin sengit," ucap Ujang.

Namun, terlepas dari siapa yang akan memimpin di masa depan, PDIP pasca Megawati diyakini Ujang tetap akan mengalami banyak ujian.

Ujian, kata Ujang, utamanya dipicu oleh keberadaan sejumlah faksi di internal partai berlambang banteng moncong putih tersebut.

Keberhasilan partai melewati ujian politik itu, menurutnya, sangat ditentukan oleh strategi politik Mega dalam melakukan regenerasi. Dan, tak kalah penting, strategi pemimpin baru PDIP dalam mengelola partai.

"Belum tentu PDI menang pemilu lagi ke depan, tergantung strategi Mega ketika regenerasi dan strategi pengurus barunya," tutur Ujang. (cnn)