Sri Mulyani: Semua Negara Islam Berutang

BERITA TERKINI - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan banyak negara islam yang juga berutang layaknya Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Sri Mulyani mengungkap hal tersebut sebagai respons atas kritik masyarakat terkait langkah Indonesia berutang dibanding memaksimalkan dana dari sumber daya.

"Kalau teman-teman yang suka pakai [contoh] negara Islam. Semua negara Islam di dunia, semua berutang. Mau (Arab) Saudi, UAE, Qatar, Maroko, Pakistan, Afghanistan, Kazakhstan, you name it," ungkapnya melalui siaran langsung di akun Instagram, Sabtu (18/7).


Dia menceritakan pengalamannya saat di Bank Dunia. Menurutnya saat itu ada negara Islam yang berlokasi di Afrika masuk dalam negara miskin.

"Bahkan saya tahu waktu di Bank Dunia, negara Islam terutama yang di Afrika mayoritas miskin banget. Dan mereka dapat utang, bahkan diberikan hibah," lanjutnya.

Sri Mulyani mengatakan negara Islam kebanyakan mendapat utang bahkan hibah dari berbagai negara dan Bank Dunia. Dan hal tersebut menurutnya juga bisa didapati di negara-negara lain.

Lebih lanjut, ia meminta masyarakat untuk tidak memandang utang sebagai sesuatu yang harus dikhawatirkan. Dalam mengelola keuangan negara, kata dia, terdapat sejumlah aspek yang hampir serupa dengan mengelola keuangan perusahaan di antaranya adalah aset, ekuitas, pendapatan dan biaya belanja.

Bank Indonesia (BI) sebelumnya mencatat utang luar negeri Indonesia pada akhir Mei 2020 sebesar US$404,7 miliar. Nilai itu setara Rp5.922 triliun (kurs Rp14.633 per dolar AS).

Nilai utang itu meningkat dibandingkan posisi April 2020 lalu yang sebesar US$400,2 miliar. Utang tersebut terdiri dari sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$194,9 miliar dan sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$209,9 miliar.

Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan ULN Indonesia tersebut tumbuh 4,8 persen (year on year). Utang juga lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada April 2020 sebesar 2,9 persen.

Pajak
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pendapatan negara bisa didapati dari berbagai sumber, mulai dari pajak perusahaan dan masyarakat, bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak. Utang dan hibah masuk ke kategori penerimaan negara bukan pajak.

Sedangkan pajak umumnya diterima dari korporasi, usaha besar, menengah sampai kecil, dan pekerja.

Sri Mulyani pun mengatakan negara juga memiliki kebutuhan belanja. Kebutuhan ini disesuaikan dengan prioritas yang dimiliki negara.

Misalnya pada sektor pendidikan, negara harus mengalokasikan 20 persen dari anggaran untuk memastikan kualitas sumber daya manusia.

Kemudian belanja juga dibutuhkan untuk kesehatan, menekan angka kemiskinan, infrastruktur, riset dan teknologi, sampai alutsista untuk keamanan serta pertahanan negara.

Dan jika jumlah kebutuhan belanja negara jauh lebih besar dari pendapatan, dia menuturkan, maka utang diperlukan.

"(Kalau memilih) Mending nggak usah utang? Itu juga kebijakan. Tapi kami menunda [pembangunan] infrastruktur, kesehatan, pendidikan. Jadi kita negara jumlah masyarakatnya banyak, 267 juta, tapi anak-anak kurang gizi, miskin," ungkapnya. (cnn)