Ma'ruf Amin Sebut Tingkat Kemiskinan Turun

BERITA TERKINI - Wakil Presiden Ma’ruf Amin memaparkan capaian pembangunan nasional yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebelum terjadinya wabah COVID-19. Ma’ruf menilai capaian tersebut cukup membanggakan di berbagai bidang.

"Secara singkat dapat saya sampaikan bahwa capaian pembangunan nasional sebagaimana dicanangkan dalam RPJMN 2020-2024, sebelum terjadinya wabah COVID-19, cukup membanggakan di berbagai bidang," kata Ma'ruf secara virtual, Selasa 18 Agustus 2020.

Sebagai contoh, Wapres memaparkan sesuai amanat pertama yang tertera pada UUD 1945, telah tercatat kinerja yang baik dalam melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.

"Tingkat kejahatan atau crime rate yang menurun dari 93 orang/100.000 penduduk pada tahun 2019 menjadi 50 orang/100.000 penduduk pada semester I tahun 2020," ujar Ma'ruf.

Sementara itu, di bidang kesejahteraan masyarakat, lanjut Wapres, telah dilakukan juga berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Ma'ruf mengklaim tingkat kemiskinan menurun.

"Tingkat kemiskinan yang 11,22 persen pada tahun 2015 turun menjadi 9,78 persen pada bulan Maret 2020, dan meningkatnya cakupan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN dari 61,5 persen tahun 2015 telah mencapai 81,86 persen dari seluruh populasi pada bulan Juni 2020," kata Wapres.

Ma’ruf mengakui, perlu upaya luar biasa untuk mempertahankan pembangunan nasional di tengah pandemi, sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato pengantar RAPBN 2021 pada 14 Agustus 2020. Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah extraordinary, antara lain dengan memperlebar defisit APBN hingga 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun ini.

Pelebaran batas defisit yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 dan berlaku hingga Tahun Anggaran 2022 ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan, bantuan sosial serta stimulus ekonomi. Khususnya melalui pengalokasian stimulus fiskal yang besarnya hampir mencapai 4,5 persen dari PDB.

"Pelebaran defisit ini diperlukan karena pendapatan negara khususnya dari pajak mengalami penurunan drastis dan guna mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi global dalam beberapa tahun ke depan," ujar Ma'ruf. (viva)