Berita Terkini, FLORES - Keindahan danau Kelimutu yang ada di Flores, tepatnya di Kabupaten Ende menjadi magnet tersendiri bagi para motoris yang tergabung di Tim Jelajah Kebangsaan Wartawan (JKW)–PWI untuk dikunjungi. Tim yang terdiri dari Yanni Krishnayanni, Indrawan Ibonk, Adji Tunang Pratama dan Sonny Wibisono ini menyempatkan diri ke destinasi tiga buah danau dengan warna yang berbeda-beda tersebut.
Pagi hari sekitar jam 08.00 WITA keempatnya berangkat dari Ende pada Minggu, 27/02/22 dengan cuaca yang cukup cerah dan berharap dapat tepat waktu sampai di pegunungan Kelimutu tersebut karena kabarnya cuaca sering berubah ubah dengan cepat dan menggagalkan melihat keindahan danau yang cukup fenomenal tersebut.
Sekitar 20 menit sebelum mencapai pintu gerbang danau Kelimutu, gerimis kecil, kabut tebal, angin kencang dan suhu yang cukup dingin sekonyong-konyong menyergap keempat motoris tersebut. Berkendara disini harus lebih ekstra hati-hati mengingat aspal menjadi licin dengan tanjakan-tanjakan yang cukup ekstrim. Setelah membayar restribusi keempatnya masih harus kembali membetot gas tunggangan masing-masing sejauh 4 km untuk sampai di area parkir untuk menuju danau yang sempat diabadikan dalam pecahan uang Rp.5.000,- tersebut.
Setelah mempersiapkan diri dengan perbekalan seperti air mineral dan mekanan kecil keempatnya dan berfoto sejenak di depan papan nama Kelimutu National Park, mereka memulai trekking mengikuti jalur yang sudah tersedia. Selama hampir 10 menit perjalanan, akses menunju danau yang berada di ketinggian sekitar 1.639 mdpl ini menghadirkan suguhan asri hutan pinus dan lansekap yang memanjakan jiwa para pengunjung.
Tanpa terasa keempatnya tiba di akses dua danau petama yakni Tiwu Ata Polo yang memiliki kedalaman kira-kira 64 meter dan Tiwu Ata Bupu memiliki kedalamanan kurang lebih 67 meter dengan luas yang mencapai 4 ha.
Nah, di kedua danau keempat motoris ini berdecak kagum dengan ciptaan Tuhan yang sungguh luar biasa ini. Suguhan warna hijau dan kebiruan memancing mereka untuk mendokumentasikan hal tersebut. Sampai-sampai untuk mendapatkan spot pandang terbaik mereka mencoba untuk sedikit mendaki ke tebing yang lebih tinggi. Angin yang lumayan kencang dan rintik hujan yang tiba-tiba menyergap menjadi pencapaian tersendiri dengan hasil foto terbaik yang mereka dapatkan.
Selanjutnya, keempatnya kembali melanjutkan perjalanan untuk mencapai danau yang terakhir yang bernama Tiwu Nuwa Muri Kofai. Perjalan ke spot terakhir ini harus diselesaikan dengan trekking mendaki sekitar 10 sampai 15 menit perjalanan. Namun sayangnya hujan yang tadinya ringan mendadak semakin deras dan rapat. Untungnya di lokasi tersebut tersedia gazebo yang cukup besar untuk menampung banyak pengunjung terhindar dari hujan atau sekedar melepas lelah. Kabut yang semakin tebal menambah dinginnya suasana.
Setelah hujan sedikit reda, keempatnya bergabung juga dengan beberapa pengunjung dari Jawa Timur melanjutkan perjalan untuk menyaksikan danau ketiga yang berwarna hitam dan memiliki kedalaman sekitar 127 meter tersebut. "Hati hati melewati jalan ini agak licin karena hujan dan jangan keluar dari trek. Biar bagaimanapun ini adalah tanah adat dan tolong menjaga adab," ungkap Om Markus salah seorang guide setempat yang merupakan penduduk asli di pegunungan Kelimutu ini.
Ia mengaku sering kewalahan dengan tingkah polah anak anak muda yang memiliki keingintahuan yang cukup besar sehingga terkadang mereka sering membahayakan diri sendiri dengan keluar trek dan berada di sisi curam danau hanya untuk mengambil foto.
Danau Kelimutu sendiri termasuk danau vulkanik yang terbentuk akibat dari aktivitas gunung berapi. Luas area yang dimiliki Danau Kelimutu sekitar 1.050.000 meter persegi dan dapat menampung air 1.292 juta meter kubik.
Keindahan Danau Kelimutu pertama kali ditemukan oleh seorang warga Belanda yang bernama Van Such Telen yakni pada tahun 1915. Kemudian sekitar tahun 1929, seorang seniman yang bernama Y. Bournan melukis dan menulis tentang danau tersebut. Nama Kelimutu sendiri berasal dari dua buah suku kata, yakni Keli yang artinya Gunung dan Mutu yang artinya Mendidih. Sehingga jika digabungkan menjadi gunung yang mendidih.
Pada tanggal 26 Februari tahun 1992, kawasan dimana danau ini berada ditetapkan sebagai kawasan konversi alam nasional yang saat ini dikenal dengan nama Taman Nasional Kelimutu.
Begitulah, walau ditingkahi kabut tebal yang kerap menghalangi pandangan, rinai hujan dan angin yang cukup kencang, kepuasan tersendiri akhirnya didapat ketika tim sampai di puncak tertinggi pendakian. Ketiga danau tersebut dapat disaksikan langsung dari atas tanpa penghalang. Setelah diatas selama 20 menit, tim akhirnya memutuskan untuk kembali ke parkiran.
Sesampainya di area parkir, angin mulai terasa kencang dan mengisi perut dengan makanan berat menjadi pilihan tepat. Tidak perlu ragu karena disini banyak tersebar warung-warung makan dan juga toko cendera mata yang menyediakan segala kebutuhan pengunjung.
Perut terisi penuh dan semangat kembali fit, walau hujan semakin rapat tim JKW PWI memutuskan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan raincoat lengkap untuk mencapai destinasi selanjutnya yakni Larantuka.***(rls)