Kapuspenkum Kejagung: Kita Lihat Kajati Riau Baru Bakal Tuntaskan Kasus-kasus Mandek, Kalau Tidak?


Berita Terkini, JAKARTA
- Laporan kasus-kasus yang tidak berjalan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau akan segera dituntaskan oleh Kajati Riau yang baru, demikian Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Ketut Sumedana.

"Tanggal 22 besok Kajati Riau yang baru akan dilantik dan segera menjalankan tugas-tugasnya," kata Ketut Sumedana lewat telekomunikasi kepada RiauBook.com di Pekanbaru, Selasa (16/8/2022).

Ketut mengatakan, pihaknya akan melakukan supervisi terkait kasus-kasus yang tidak berjalan di Kejati Riau sebelumnya jika memang dibutuhkan.

"Makanya kita lihat, kalau apakah kasus itu dihentikan, atau berjalan agak lambat, maka akan dilakukan supervisi," kata Ketut.

Dia menambahkan, bahwa Kejati Riau saat ini telah diganti oleh orang yang benar-benar memiliki rekam jejak baik di Kejagung, sehingga diharapkan akan lebih maksimal dalam menuntaskan kasus-kasus di Riau.

"Tanggal 22 ini akan dilantik, beliau itu orang Kejagung yang tidak akan main-main," katanya lagi.

Untuk diketahui, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Jaksa Agung RI Nomor: 245 tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Kejaksaan RI.

Dalam SK tersebut diuraikan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau yang sebelumnya dijabat Jaja Subagja digantikan oleh Supardi yang merupakan Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Bidang Militer (JAM Pidmil) Kejagung.

"Jadi memang Riau akan menjadi fokus Kejagung dan kita lihat bagaimana Kajati Riau yang baru nanti. Kalau tidak berjalan juga baru akan diambil alih Kejagung," katanya.

Sebelum dimutasi, Jaja selaku Kajati Riau sempat melakukan menangkapan terhadap seorang buronan kasus korupsi bernama Arya Wijaya (47).

Koruptor yang merugikan negara Rp 35,2 miliar ini ditangkap setelah enam tahun diburu Korps Adhyaksa.

Arya Wijaya merupakan terdakwa kasus kredit fiktif pada bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Riau dan Kepulauan Riau.

Namun pengungkapan kasus itu dikabarkan hanya satu dari sejumlah kasus Bank Riau Kepri (BRK) yang ditangani Kejati Riau namun sampai saat ini masih belum ada kejelasan.

Beberapa kasus tersebut seperti skandal penerbitan obligasi senilai Rp500 miliar di tahun 2011, hingga dugaan korupsi proyek-proyek iklan luar ruang.

Pada kasus skandal obligasi tahun 2011 lewat pengelabuan ekspansi kredit perseroan, kerugian negara ditaksir mencapai Rp24,5 miliar.

Indikasi penyimpangan disebabkan penerbitan obligasi dengan menetapkan suku bunga kredit dibawah suku bunga dana (cost of fund) merupakan tindakan pelanggaran atas SEBI no.6/15/DPN/tgl 31 Maret 2014 dan dicabut dengan SEBI no.13/8/DPNP/2011 tgl.28 Maret 2011 dan SEBI No.13/26/DPNP/tgl 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan.

"Disini terjadi persoalannya. Obligasi itu diterbitkan dalam jangka waktu lima tahun dengan suku bunga 10,4 persen atau Rp52 miliar pertahun.

Pada saat yang sama, bunga ini sudah jatuh tempo senilai Rp260 miliar, sedangkan (bunga, red) yang sudah dibayar Rp156 miliar dengan 12 kali yang sudah dibayar," kata pemerhati hukum Raja Adnan.

Aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau sempat menyelidiki kasus yang menyeret nama sejumlah petinggi BRK itu, namun sampai saat ini belum ada kejalasan hukum terkait kasus tersebut.

Selain skandal obligasi, Kejati Riau sebelumnya juga melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi pada proyek media luar ruangan yakni iklan Bank Riau Kepri di garbarata Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Kota Pekanbaru.

Anggaran iklan yang diusut merupakan kegiatan tahun 2016 senilai Rp1,7 miliar.

Untuk diketahui, pada tahun 2016 ditemukan adanya proyek promosi Bank Riau Kepri di Bandara SSK II, yakni pemasangan iklan di garbarata senilai Rp1,7 miliar yang dikelola oleh PT MP yang memenangkan tender iklan tersebut.

Dananya diketahui telah dicairkan BRK tapi tidak dibayarkan oleh kontraktor ke pihak bandara.

Anehnya, pihak BRK tidak melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum dan justru pada tahun 2017, BRK menganggarkan kembali proyek yang sama dengan nilai nyaris dua kali lipat.

Kasus yang diduga melibatkan pejabat dan keluarga petinggi BRK tersebut sejauh ini juga belum dituntaskan oleh aparat kejaksaan.

Kemudian kasus lainnya yang sejauh ini masih lambat berjalan yakni dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemerintah Kabupaten Siak periode 2011-2019.

Meski sudah ratusan saksi yang menjalani pemeriksaan, kasus tersebut tak kunjung ada tersangka.***

Sumber : www.riaubook.com