Berita Terkini, JAKARTA - Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau) menemukan Sinarmas Group menadah, menampung atau mengolah bahan baku hasil hutan yang berasal dari sumber bahan baku yang tidak sah (ilegal). Artinya, “pabrik Sinarmas grup di Riau yaitu PT Indah Kiat Pulp and Paper (PT IKPP) yang memproduksi kertas dan tisu ternyata masih menggunakan kayu alam yang ilegal atau haram,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Pada Februari 2024, Tim Jikalahari menemukan penebangan hutan alam seluas 376, 80 hektar yang terdiri atas 60,36 ha berada di Fungsi Hutan Produksi (HP) dan 316, 44 ha berada di areal penggunaan lain (APL) di Kabupaten Indragiri Hilir.
Saat tim investigator mendatangi areal bukaan tersebut, para pekerja dan alat berat sedang tidak beroperasi. Namun, terlihat sejauh mata memandang, hutan alam telah dibabat habis menggunakan alat berat termasuk pembukaan kanal atau mengeruk gambut yang seharusnya dilindungi.
Pada lokasi pertama (APL), berdasarkan pengamatan menggunakan pesawat drone, menemukan areal bukaan seluruhnya telah ditanami akasia berumur sekitar dua minggu. Penanaman akasia rapi dan dengan kanal yang membuat blok. Kemudian ditemukan sebanyak dua camp pekerja menggunakan tenda terpal biru.
Lokasi kedua (HP) Pembukaan hutan alam ini tepat berada di sempadan konsesi PT Riau Indo Agropalma (PT RIA, anak perusahaan Sinarmas Grup) dan hanya dibatasi kanal selebar 6 meter. Di lokasi ditemukan masih terdapat log kayu sisa yang tidak di angkat dengan panjang sekitar 10 meter dengan diameter sekitar 40 cm dan sisa-sisa pohon lain yang berserakan.
“Pada lokasi kedua juga ditemukan sisa tegakan hutan alam yang belum di tebang dengan tinggi lebih dari 20 meter. Lokasi bukaan berada diantara PT RIA dan eks PT Bhara Induk yang izinnya sudah dicabut oleh Kementerian LHK pada 5 Januari 2022,” kata Arpiyan Sargita, Pengkampanye Jikalahari.
Hasil penelusuran tim, menemukan alat berat yang menebang kayu alam dan mengeruk kanal dilakukan oleh Koperasi Tani Sejahtera Mandiri (KTSM) Desa Belantaraya. KTSM bekerjasama dengan PT Arara Abadi melalui surat kerjasama berjudul “Nota Kerjasama atas Hutan Rakyat” sebanyak dua halaman yang di tanda tangani oleh pihak pertama PT Arara Abadi yang diwakili Edie Haris, MZ selaku Direktur. Kemudian pihak kedua, KTSM ditanda tangani oleh Arbain selaku Ketua, Roni Hartono, SH selaku Sekretaris, dan M. Khazam, selaku Bendahara, serta diketahui oleh Hasbullah selaku Kepala Desa Belantaraya. Dalam Nota menyebut: KTSM pemilik lahan di Desa Belantaraya untuk melakukan kerjasama pemanfaatan lahan Hutan Rakyat seluas 1.544 ha.
“Tentu saja, kayu alam akan ditampung oleh PT ARARA ABADI, lantas PT ARARA ABADI akan memasukkan ke Pabrik Pulp and Paper PT IKPP,” kata Made Ali.
KTSM yang memiliki izin HR atau Hutan Hak merujuk PermenLHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial Pasal 1 angka 10 menyebutkan Hutan Rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak milik.
“Artinya, Hutan Hak berada di luar kawasan hutan atau areal penggunaan lain. Hutan Hak wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh ATR BPN berupa SHM,” kata Made Ali.
“Temuan Jikalahari, alat berat milik PT ARARA ABADI yang bekerjasama dengan KTSM menebang kayu alam hingga ke kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi yang berbatasan dengan PT RIA. Padahal izin Hutan Hak tidak boleh menebang kayu di kawasan hutan,” kata Made Ali.
Yang dilakukan oleh PT ARARA ABADI bersama KTSM yang telah menebang kayu alam di kawasan hutan, lalu kayu alam tersebut ditampung oleh PT ARARA ABADI atau anak usaha Sinarmas Grup adalah ilegal, merujuk Pasal 171 ayat (1) huruf d berbunyi: Pemegang perizinan berusaha pengolahan hasil hutan dilarang menadah, menampung, atau mengolah bahan baku hasil Hutan yang berasal dari sumber bahan baku yang tidak sah (illegal).
Dampaknya, PT ARARA ABADI dapat dikenai sanksi administrasi berupa teguran tertulis, denda administrative, pembekuan perizinan berusaha/operasional kegiatan dan pencabutan perizinan berusaha.
Selain sanksi administrasi, denda, dan pembekuan perizinan, sesungguhnya perilaku menebang hutan alam secara illegal yang dilakukan oleh PT ARARA ABADI hukumnya haram, sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 86 Tahun 2023 Tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global yang diterbitkan pada 10 November 2023 – Deforestasi yang tidak terkendali dan pembakaran hutan yang merusak ekosistem alam yang menyebabkan pelepasan besar-besaran gas rumah kaca, serta mengurangi kemampuan bumi untuk menyerap dan menyimpan karbon hukumnya haram.
Jikalahari mendesak Menteri LHK Siti Nurbaya memberi sanksi administratif berupa pencabutan perizinan berusaha, "KLHK mengawasi dan mengevaluasi Hutan Hak yang menjadi kerjasama dengan korporasi tanaman industri untuk Pulp and paper, sebab diam-diam hutan alam ditebang oleh pihak ketiga yang bekerjasama dengan perusahaan. Ini modus korporasi dengan mudah lepas dari tanggungjawab bila terjadi kejahatan," kata Made Ali.***(rls)