Hukum pidana lingkungan memiliki peran vital dalam sistem hukum pidana Indonesia sebagai instrumen penegakan hukum yang bersifat ultimum remedium dalam menanggulangi kejahatan terhadap lingkungan hidup. Urgensi pengaturan hukum pidana lingkungan semakin meningkat seiring dengan masifnya kerusakan lingkungan yang terjadi, mulai dari pencemaran air, udara, dan tanah hingga perusakan ekosistem yang mengancam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum yang menganut prinsip pembangunan berkelanjutan, keberadaan hukum pidana lingkungan menjadi sangat strategis karena beberapa alasan fundamental. Pertama, hukum pidana lingkungan memberikan efek jera (deterrent effect) yang lebih kuat dibandingkan sanksi administratif atau perdata. Ancaman pidana penjara dan denda yang besar dapat mencegah potential offender untuk melakukan kejahatan lingkungan. Kedua, karakteristik kejahatan lingkungan yang seringkali bersifat terorganisir dan melibatkan korporasi membutuhkan pendekatan hukum pidana yang komprehensif, termasuk pertanggungjawaban pidana korporasi.
Dalam perkembangannya, hukum pidana lingkungan di Indonesia telah mengalami transformasi signifikan melalui UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Undang-undang ini mengadopsi konsep strict liability dan vicarious liability yang memungkinkan penegakan hukum lebih efektif terhadap pelaku kejahatan lingkungan. Namun, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kesulitan pembuktian, keterbatasan sumber daya penegak hukum, dan kompleksitas dalam menentukan kausalitas antara perbuatan dengan dampak lingkungan.
Ke depan, penguatan hukum pidana lingkungan harus menjadi prioritas dalam pembaruan hukum pidana Indonesia. Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian antara lain: harmonisasi regulasi terkait lingkungan hidup, peningkatan kapasitas penegak hukum dalam menangani kejahatan lingkungan, pengembangan metode pembuktian ilmiah, dan penguatan koordinasi antarlembaga. Selain itu, perlu dikembangkan pendekatan yang lebih progresif dalam menangani kejahatan lingkungan, termasuk penggunaan teknologi forensik lingkungan dan penerapan sanksi yang lebih berorientasi pada pemulihan lingkungan (restorative justice).
Dalam perspektif yang lebih luas, hukum pidana lingkungan tidak hanya berfungsi sebagai instrumen penegakan hukum, tetapi juga sebagai manifestasi tanggung jawab negara dalam melindungi hak konstitusional warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu, penguatan hukum pidana lingkungan harus dipandang sebagai bagian integral dari upaya mewujudkan keadilan ekologis dan menjamin keberlanjutan pembangunan nasional.
Dengan demikian, eksistensi hukum pidana lingkungan dalam kerangka hukum pidana Indonesia tidak hanya penting, tetapi juga strategis dalam menghadapi tantangan degradasi lingkungan di era kontemporer.***
Oleh: ROBBY CAHYADI. P
NIM : 701242010011
Program Magister Ilmu Hukum
Universitas Islam Indragiri