Ketum PA 212 Tersangka, Sandi: Terulang Lagi Persepsi Hukum Tebang Pilih

Ketum PA 212 Tersangka, Sandi: Terulang Lagi Persepsi Hukum Tebang Pilih

Berita Terkini - Cawapres Sandiaga Uno mengaku prihatin dengan penetapan tersangka Ketum PA 212 Slamet Ma'arif. Menurutnya, penatapan tersangka itu kembali menimbulkan persepsi bahwa hukum di Indonesia tebang pilih. 

"Saya sangat prihatin kembali lagi terulang di mana persepsi masyarakat di bawah, bahwa hukum itu digunakan untuk memukul lawan dan melindungi kawan. Hukum itu tidak tegak lurus tapi justru tebang pilih," ujar Sandiaga di Jalan Hang Tuah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (13/2/2019). 

"Nah ini yang buat saya kita tetap harus hormati proses dan prosedur dan produk hukum itu sendiri," sambungnya. 

Menurut Sandiaga, saat ini aparat penegak hukum dan pemerintah harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Karena itu, persoalan-persoalan hukum yang menyeret kubu sebelah juga harus dituntaskan. 

"Persepsi yang ada di masyarakat sekarang harus juga kita yakinkan bahwa kita memiliki kepastian hukum. Kenapa hanya hukum itu tajam ke satu sisi tumpul ke sisi yang lain," kata Sandiaga. 

Kendati demikian, Eks Wagub DKI itu menilai apa yang menimpa Slamet justru menambah semangat pihaknya. Terutama semangat untuk memenangkan dan menyebarkan visi-misi Indonesia Adil Makmur bersama Prabowo Subianto. 

"Baru pagi ini lagi kita mendapati ada beberapa relawan juga yang sedang mendapatkan panggilan yang sama dari pihak kepolisian. Jadi justru ini menambah semangat kami bahwa ada ketidakadilan dan visi Indoensia Adil Makmur itu justru sekarang semakin relevan untuk kita sampaikan kepada masyarakat," tuturnya. 

Sebelumnya, Slamet telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pelanggaran pemilu. Slamet pun menilai penetapannya sebagai tersangka memilukan dan memalukan hukum. 

"Memilukan dan memalukan hukum di Indonesia. Ketidakadilan hukum terpampang jelas dan gamblang di negeri ini," kata Slamet.

Polri menepis penilaian Slamet. Polri menegaskan semua warga negara sama di mata hukum. 

"Kami menjunjung persamaan, sama di mata hukum. Kami juga mengedepankan asas praduga tak bersalah. Warga negara berhak menyampaikan keberatan-keberatannya. Silakan saja (keberatan) asalkan tetap pada koridor hukum," kata Dedi Prasetyo. [dtk]