KPD: Kalau Tidak Setuju Silakan Ke Mahkamah Konstitusi, Bukan Bikin Aksi Jalanan

KPD: Kalau Tidak Setuju Silakan Ke Mahkamah Konstitusi, Bukan Bikin Aksi Jalanan
BERITA TERKINI - Munculnya sejumlah aksi penolakan UU KPK yang dilakukan di jalanan dinilai sebagai sesuatu yang tidak normal. Karena, setiap penolakan RUU yang sudah disahkan menjadi UU hanya bisa dilakukan melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi. Bukan melalui aksi di jalanan.

"Revisi UU KPK sudah disahkan DPR, jadi kalau tidak setuju maka sebaiknya dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi bukan di jalan. Begitu juga RUU KUHP tidak jadi disahkan. Kok, masih ada aksi penolakan. Ini kan tidak pada tempatnya lagi. Ini sesuatu yang ganjil," ujar Koordinator Kaukus Peduli Demokrasi (KPD), Fanji Ahmad Daulay, melalui keterangan tertulisnya. (28/9).

Fanji menegaskan, gelombang aksi unjuk rasa tersebut terindikasi hasil dari skenario yang sangat terstruktur, sistematis, dan masif. Mulai dari manuver pengerahan mandat ke Presiden Jokowi oleh komisioner KPK, penggalangan opini kontra Revisi UU KPK.

Bahkan ada pembekalan rencana aksi di Gedung KPK kepada BEM, hingga muncul lah gelombang massa mahasiswa dan pelajar yang masif di berbagai daerah.

"Sebelum meletusnya aksi di jalanan telah beredar video di media sosial pembekalan rencana aksi oleh terlihat Bachtiar Firdaus yang merupakan politisi PKS. Dalam video tersebut terlihat juga Febri Diansyah, juru bicara KPK. Menjadi pertanyaan, dalam rangka apa KPK memfasilitasi politisi PKS untuk memberikan pembekalan rencana aksi kepada para ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) di Gedung KPK?" tanya Fanji.

Di sisi lain, Fanji menyayangkan lemahnya Badan Intelijen Negara dalam mengantisipasi gelombang aksi tersebut.

"Gelombang aksi tersebut tak seharusnya  terjadi. Terlebih isunya tidak lagi pada tempatnya. Tak seharusnya BIN kecolongan mengantisipasi gelombang aksi-aksi tersebut," imbuhnya.

"Terlebih ada keterkaitan satu peristiwa dengan peristiwa lain. Jangan sampai lambannya antisipasi terus berlanjut bisa mengakibatkan rumor adanya rencana pembatalan pelantikan presiden terjadi," tutup Fanji.(rmol)