KPK Garap Direktur PT Argo Tani Nusantara Terkait Suap Impor Gula

KPK Garap Direktur PT Argo Tani Nusantara Terkait Suap Impor Gula
BERITA TERKINI - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur PT Argo Tani Nusantara, Harijono Santoso dalam kasus suap distribusi gula di PTPN III tahun anggaran 2019 yang telah menjerat Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Pulungan (DPU).

Selain itu, Direktur Utama PT Mitra Bumdes Nusantara Agus Erhan pun turut diperiksa dalam kasus ini.

"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PNO (Pemilik PT Fajar Mulia Trasindo Pieko Nyotosetiadi)," kata Jurubicara KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkatnya, Rabu (2/10).

Dalam perkara distribusi gula ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka yakni Dolly, Pieko dan I Kadek.

Dolly selaku Dirut PTPN III dan I Kadek selaku Direktur Pemasaran PTPN melakukan 'kongkalikong' memenangkan PT Fajar Mulia Trasindo milik Pieko agar bisa menampung kuota impor gula.

Dengan janji, Dolly dan I Kadek akan mendapatkan fee sebesar 10 persen atau 345 ribu dolar Singapura dari nilai proyek.

Sedangkan, di PTPN III terdapat aturan internal mengenai harga gula bulanan yang disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III, pengusaha gula, dan Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI).

KPK juga memeriksa sejumlah orang yang disebut-sebut memiliki kedekatan dengan Menteri BUMN Rini Soemarno. Sebut saja Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Arum Sabil, ia merupakan salah satu orang yang memiliki kedekatan khusus dengan Menteri Rini.

Arum disebut terlibat dalam pertemuan Pieko dan I kadek saat proses pembahasan kongkalikong penentuan distribusi impor gula di Hotel Shangrila Jakarta.

Pieko (PNO) selaku pihak yang diduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Dolly dan I Kadek, selaku pihak yang diduga penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Rmol)