Fraksi PKS Menilai Rencana New Normal Terlalu Dini, Ini Alasannya

BERITA TERKINI - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR Netty Prasetiyani menilai, rencana persiapan pemerintah menuju new normal atau pola hidup normal baru di tengah pandemi Covid-19, masih terlalu dini.

Menurut Netty, Indonesia belum memenangkan perang melawan wabah virus corona.

"Satu hal krusial yang harus pemerintah dan masyarakat pahami adalah new normal hanya berlaku bagi negara yang berhasil melawan Covid-19. Indonesia belum menang melawan corona," kata Netty saat dihubungi, Rabu (27/5/2020).

"Terbukti dengan peningkatan kasus dan kematian yang meningkat secara eksponensial," kata Netty.

Anggota Komisi IX DPR itu menilai pemerintah terlalu tergesa-gesa merencanakan penerapan new normal.

Netty mengatakan, ada indikator ilmiah yang mesti dipatuhi apabila pemerintah mau menerapkan new normal.

Misalnya, jumlah kasus telah berkurang, bahkan nol.

Kemudian, peningkatan kapasitas tes massal, hingga pembatasan ketat demi mencegah penyebaran Covid-19.

"Setidaknya ada ukuran yang bersifat ilmiah saat memberlakukan new normal, seperti garansi dari pemerintah tidak ada tambahan kasus selama 14 hari ke depan, pemberlakuan tes PCR massal dan pembatasan mobilisasi manusia demi mencegah penyebaran dan imported case," tutur Netty.

Ia pun mengkritik Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 328 Tahun 2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Keputusan Menkes tersebut mengatur sejumlah panduan bagi pemberi kerja dan pekerja, terkait upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19 di tempat kerja di masa saat dan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlangsung.

Untuk aturan selama masa PSBB, antara lain perlunya pembentukan tim penanganan Covid-19 di tempat kerja, penetuan pekerja esensial yang tetap bekerja di tempat kerja dan bekerja di rumah, serta mengatur jarak antarpekerja minimal 1 meter pada setiap aktivitas kerja.

Netty mempertanyakan kajian pemerintah sebelum mengeluarkan keputusan tersebut.

Menurut Netty, tidak ada yang baru dalam aturan yang dibuat Menkes tersebut.

"Masyarakat sudah melaksanakan itu jauh sebelum ada panduan ini. Jadi menurut saya tidak ada yang baru. Seperti penggunaan masker, hand sanitizer, pembatasan jarak, hingga pengukuran suhu. Apalagi kita mengenal kategori orang tanpa gejala (OTG). Siapa yang bisa menjamin aman secara pelaksanaan new normal ini?" ucap Netty.

Ia pun meminta pemerintah melibatkan para pakar dan akademisi, serta tenaga kesehatan dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan di masa pandemi Covid-19.

Netty juga mendesak pemerintah memperbaiki komunikasi publik.

"Kebijakan pemerintah yang non-scientific populisme membingungkan masyarakat. Apalagi ditambah komunikasi yang buruk dan bising di antara pejabat publik," kata Netty.

New normal dipersiapkan di 4 provinsi

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut, persiapan untuk menuju new normal atau tatanan kehidupan baru saat ini baru diterapkan di 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota.

Kebijakan ini bisa diperluas apabila dirasa efektif untuk membuat masyarakat produktif, serta tetap aman dari virus corona atau Covid-19.

"Ini akan kita lihat dalam satu minggu dampaknya seperti apa. Kemudian akan kita lebarkan ke provinsi, kabupaten/kota lain, apabila dirasa terdapat perbaikan yang signifikan" kata Jokowi usai meninjau kesiapan prosedur new normal di Mal Summarecon Bekasi, Selasa (26/5/2020).

Adapun, 4 provinsi yang mulai melakukan persiapan menuju new normal yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Gorontalo.

Persiapan dilakukan dengan menerjunkan personel TNI/Polri di tempat umum atau keramaian.

Salah satu aspek yang diukur bagi daerah untuk dapat menerapkan aktivitas sosial ekonomi pada era kenormalan baru adalah surveilans kesehatan masyarakat.

Salah satu indikator yang menunjukkan baiknya surveilans kesehatan masyarakat yakni jumlah pemeriksaan spesimen Covid-19 yang meningkat dan diikuti dengan berkurangnya kasus positif Covid-19.

Aspek berikutnya adalah pelayanan kesehatan. Indikatornya antara lain, jumlah ketersediaan tempat tidur untuk kasus positif baru di rumah sakit, alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis di rumah sakit, serta ventilator.

Kemudian, gambaran epidemiologi di suatu wilayah. Salah satu indikatornya adalah apabila kasus positif Covid-19 turun 50 persen selama dua pekan berturut-turut.

Selain penurunan kasus positif, jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) juga harus turun selama dua pekan sejak puncak terakhir.

Lalu, jumlah pasien yang sembuh dan jumlah ODP serta PDP yang telah selesai dipantau juga harus meningkat.

Sementara itu, jumlah pasien meninggal dari kasus positif juga harus menurun walaupun tidak ada target angka penurunannya. (kompas)