KKP Beri Kompensasi Eks Penangkap Lobster

BERITA TERKINI - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan pelatihan alih profesi kepada eks penangkap benih lobster menjadi pembudidaya ikan bawal bintang dan rumput laut.

KKP melarang penangkapan benih lobster melalui Permen KP No 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah NKRI. Itu dilakukan karena pemerintah bertanggung jawab menjamin kelestarian sumber daya alam KP.

Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menuturkan, Permen KP No 56 Tahun 2016 dibuat untuk kepentingan ekonomi lebih besar secara jangka panjang. PermenKP tersebut mengatur larangan penangkapan lobster bertelur dan/ atau ukuran berat kurang atau sama dengan 200 gram atau lebar karapas kurang dari atau sama dengan 8 cm.

“Pemerintah menyadari implementasi Permen KP No 56 Tahun 2016 bakal memberikan dampak ikutan yang akan mempengaruhi ekonomi masyarakat. Karena itu, pemerintah telah menyiapkan antisipasi atas dampak ikutan tersebut dengan memberikan kompensasi berupa dukungan untuk kegiatan usaha pembudidayaan ikan dengan mengalokasikan anggaran Rp 50 miliar untuk usaha budidaya ikan,” kata Slamet.

Hal itu disampaikan Slamet saat menyambangi eks penangkap benih lobster di tiga kabupaten, yakni Lombok Barat, Lombok Timur, dan Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pada 11-12 Juli 2017. Lombok merupakan aset terbesar sumberdaya lobster di dunia.

Untuk itu harus dijaga agar siklus kehidupan lobster bisa berjalan normal. Pemerintah mencoba menata pola pemanfaatan sumberdaya lobster ini agar di satu sisi nilai ekonomi bisa dirasakan dan di sisi lain kelestariannya tetap terjaga.

Setidaknya 4 juta ekor benih lobster per tahun keluar dari Nusa Tenggara Barat dengan tujuan utama ke Vietnam. Ekspor benih lobster justru menguntungkan negara lain, sementara Indonesia tidak bisa merasakan nilai tambah apa-apa.

Penjualan lobster dalam bentuk benih sebenarnya memberikan keuntungan yang minim dibandingkan penjualan ukuran konsumsi. Apabila menangkap lobster yang 200 gram ke atas, harganya lebih tinggi lagi karena per kilogram bisa dihargai hingga Rp 500-600 ribu.

“Kami ingin masyarakat menangkap lobster yang besar-besar lagi. Dulu, ekspor Indonesia itu luar biasa besar. Tapi, setelah benih lobster ditangkap, produksinya menurun, tidak ada lagi. Sebetulnya menangkap yang gede-gede jauh lebih menguntungkan daripada menangkap yang kecil,” terang Slamet.

Kompensasi yang akan diberikan berupa dukungan sarana budidaya ikan untuk 2.246 rumah tangga perikanan (RTP) eks penangkap benih lobster, di Lombok Tengah 873 RTP, Lombok Timur 1.074, dan Lombok Barat 229 RTP. Paket yang disediakan senilai Rp 20-22 juta.

Sebanyak 728 paket untuk budidaya rumput laut, 655 paket untuk budidaya ikan bawal bintang, 580 paket budidaya ikan kerapu, 209 paket budidaya lele, 40 paket budidaya bandeng, budidaya udang vaname 20 paket, dan 14 paket budidaya nila, serta 71 unit perahu untuk sarana angkut rumput laut. KKP sudah mulai melakukan bimbingan teknis budidaya di semua lokasi.

Setelah dilakukan pelatihan bantuan sarana dan prasarana budidaya, bantuan akan segera didistribusikan. Dengan dukungan ini diharapkan, pada tahap awal, masyarakat akan meraup keuntungan masing-masing Rp 2-3 juta per bulan.

Slamet mengatakan, Permen KP No 56 Tahun 2016 dilatarbelakangi eksploitasi benih lobster di alam secara tak terkendali, menyebabkan penurunan stok sumberdaya lobster di perairan Indonesia. Eksploitasi benih secara tidak terkendali akan memutus siklus hidup lobster.

sumber: beritasatu