Soal Fortuner Berpelat Polri, IPW: Usut Serius Dugaan Penyalahgunaan Wewenang di Slog

Soal Fortuner Berpelat Polri, IPW: Usut Serius Dugaan Penyalahgunaan Wewenang di Slog
Berita Terkini - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meminta Polri serius mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang di bagian Staf Logistik (Slog) Polri terkait pemakaian mobil Fortuner berpelat Polri yang dikemudikan secara ugal-ugalan.

“Polri harus serius mengusut kasus ini,” ujar Neta S Pane kepada wartawan, Senin (3/5/2019).

Sebelumnya, pelajar bernama Kevin Kosasih ditilang polisi di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/5), karena menggunakan mobil Fortuner berpelat Polri secara ugal-ugalan. Polri berjanji akan menelusuri kasus ini.

Mobil Fortuner yang dikemudikan Kevin berwarna hitam berpelat dinas nomor 3553-07. Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dinas Nomor 00941 ini tertera atas nama Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Staf Logistik (Slog Polri) dengan masa berlaku mulai 20 Maret 2019 hingga 19 Maret 2020. 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan akan menelusuri lebih jauh kasus ini. Pihaknya akan mencari tahu ke bagian Staf Logistik Polri.

“Itu bukan mobil dinas. Itu mobil pribadi. Mobil dia. Tapi dia kelihatannya mendapat fasilitas pelat dan STNK dinas Polri. Nanti akan kami cek ke Slog, bagian yang keluarkan STNK dan pelat dinas kendaraan. Pelatnya saja yang dipakai itu,” ujar Dedi, kemarin (3/6/2019). 

Neta mengapresiasi langkah Polri yang hendak mengusut kasus tersebut hingga ke Slog Polri.

“Bila ternyata benar STNK dan pelat nomor itu dikeluarkan Slog Polri, maka itu penyalahgunaan wewenang. Propam Polri harus memeriksanya. Yang berhak mengeluarkan STNK dan pelat nomor kendaraan adalah Direktorat Lalu Lintas setiap Kepolisian Daerah (Polda), bukan Slog,” jelas Neta.

Bila ternyata STNK dan pelat nomor tersebut dibuat di pinggir jalan atau bukan dari Polri, menurut Neta, maka pelakunya harus pula dijerat dengan Pasal 266 KUHP, bukan sekadar ditilang atau dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang (UU) No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 287 ayat (1) juncto Pasal 106 ayat (4) huruf a dan b tentang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas atau marka dengan denda maksimal Rp 500.000. “Pelaku harus pula dijerat dengan Pasal 266 KUHP,” tegasnya.

Neta menengarai, kasus pelat nomor dan STNK Polri tersebut bak fenomena puncak gunung es di Slog.

Pasal 266 ayat (1) KUHP menyatakan, “Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.

Selanjutnya, ayat (2) menyatakan, “Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.”[jpnn]