WNI Korban Pengantin Pesanan di Cina: Kami Bukan Dijadikan Istri, tapi Diperbudak dan Disiksa

WNI Korban Pengantin Pesanan di Cina: Kami Bukan Dijadikan Istri, tapi Diperbudak dan Disiksa
BERITA TERKINI - Mungkin sebagian masyarakat Indonesia berpandangan miring terhadap perempuan-perempuan muda yang dijadikan “pengantin” pesanan pria Cina. Tulisan bagian awal edisi kali ini akan memuat kisah sejumlah perempuan yang berhasil dibebaskan dari cengkeraman “suami.”

Ternyata, kaum hawa yang umumnya berasal dari desa itu hanyalah korban dari keadaan, korban sindikat perdagangan orang dengan kedok perkawinan kontrak.

Tulisan bagian berikutnya akan menangkat cerita pengalaman aktivis-aktivis yang terlibat penyelamatan perempuan-perempuan malang yang terperangkap di Tiongkok. Seperti apa modus operandi para mak comblang dan apa yang melatarinya, akan dijelaskan pada bagian itu.

Pandangan akademisi yang konsen dengaan isu human trafficking yang menjadi bagian dari laporan edisi kali ini akan memberikan gambaran fenomena perdagangan orang.

Bagaimana dengan pemerintah? Apa yang mereka lakukan dan persoalan-persoalan dalam kasus ini akan dipaparkan pada bagian tengah edisi kali ini. Di bagian akhir, disajikan interview artis yang merepresentasikan milenial yang didaulat menjadi duta anti human trafficking. Dia akan menyampaikan apa saja perlu dilakukan untuk sosialisasi ke milenial agar tak termakan bujuk rayu sindikat perdagangan orang. Selamat membaca.

***

* Korban didatangi mak comblang. Mereka dijanjikan menikah dengan orang yang mapan, bisa membahagiakan orangtua di kampung halaman. Tiap bulan bisa kirim duit ke kampung, dan bisa pulang kapan saja.
* Kebohongan terkuak setelah tiba di Cina. Di sana, dia tak dinikahkan secara resmi. Selanjutnya, dia dipaksa untuk melakukan hubungan intim, meski belum ada pernikahan ilegal.
* Dokumen korban dipalsukan untuk membuat paspor, mulai dari umur, nama, bahkan agama. Korban tidak tahu soal itu karena sudah diurus mak comblang.

***

Hari itu, IP sedang sibuk bekerja sebagai pelayan warung kopi di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Di salah satu bangku, bosnya tengah berbincang-bincang dengan teman.

IP kemudian dipanggil dan diajak ngobrol. Dari M, teman bos, itulah kemudian IP dikenalkan dengan seorang mak comblang yang menawarinya nikah dengan pria Beijing yang sedang mencari istri orang Indonesia.

“Dia bilang mau gak nikah sama orang Beijing, pas saya dengar kaget,” kata IP ketika saya temui di kantor Serikat Buruh Migran Indonesia, Jalan Pengadegan Utara I, Pancoran, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

IP tak habis pikir, kenapa pria Beijing mencari istri dari negeri jauh.

“Kok jauh-jauh cari istri di sini, emang di sana nggak ada?” kata IP kepada mak comblang.

Tetapi mak comblang tak mau menjawab sebelum IP menyatakan bersedia dijadikan pengantin bagi pria Cina.

Butuh waktu kurang lebih satu bulan bagi IP untuk memutuskan tawaran itu. Dia menimbang-nimbang iming-iming mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah dikawini pria Cina sebagaimana yang diucapkan mak comblang.

"Pertama saya dijanjikan sama mak comblang dibilang kalau kamu nikah sama orang Beijing hidup kamu akan terjamin dan bisa bikin rumah orangtua, bisa bahagiakan orangtua. Bisa kirim duit sebulan sekali dan pulang kapanpun kita mau bisa," kata IP.

IP pun terpengaruh janji manis mak comblang. Lantas, dia memenuhi permintaan mak comblang untuk menyerahkan Kartu Keluarga. Usia IP kemudian dipalsukan menjadi 20 tahun agar bisa mendapatkan kartu tanda penduduk dan paspor.

"Sebenarnya saya bukan 20 tahun, saya 14 tahun, dipaksa berbohong kepada orang," kata IP.

Tetapi kemudian IP mulai ragu dengan janji-janji mak comblang. Kejadian itu berlangsung sebelum dia berangkat ke Beijing. Semula, mak comblang mengatakan akan memberikan uang mahar sebesar Rp20 juta, tetapi ternyata yang diterima tak sampaisebesar itu dengan berbagai macam alasan, di antaranya dipotong untuk mengurus dokumen.

“Dijanjikannya 20 juta, tapi mereka kasih cuma dikit aja,” kata dia.

Karena uang mahar yang diserahkan mak comblang ke keluarga hanya Rp10 juta, IP mencoba mendesaknya untuk memberikan lagi sisanya, tetapi hanya mendapatkan jawaban ala kadarnya.

“Mak comblang bilang uang lima juta nanti akan dikasih kalau suasana sudah sepi," kata dia.

Kalau menurut Komisaris Besar Umar Surya Fana yang disampaikan kepada jurnalis beberapa waktu apa yang dilakukan oleh mak comblang itu sebutannya growing process. Jadi, mereka memang sengaja meninggalkan utang atau dalam konteks janji awal.

Kebohongan terkuak setelah IP tiba di Cina. Di sana, dia tak dinikahkan secara resmi.

Selanjutnya, dia dipaksa untuk melakukan hubungan intim, meski belum ada pernikahan resmi atau sah.

"Kita berhubungan badan di sana dipaksa secara fisik, dipaksa kayak kita itu kalau nggak melayani mereka langsung pakai kekerasan, sering melakukan kekerasan,” kata IP.

“Mereka itu main tangan dan sampai mau disiram pakai air panas. Apapun yang ada di depan mereka kalau lagi marah barang itu dibantingkan ke kita."

Semua iming-iming bakal mendapatkan kehidupan yang lebih baik di Cina yang pernah disampaikan mak comblang gombal belaka.

Di sana, IP dipaksa bekerja oleh keluarga “suami” menanam jagung.

"Selama tinggal di sana nggak dapet duit sama sekali, malah dipekerjakan. Uang hasil kerja diambil oleh keluarga pria, kita nggak tahu berapa dan kapan gajiannya, kita nggak tahu," kata IP.

Pada hari raya Imlek, IP pernah diberi uang Yuan oleh mertua. Ketika tamu datang ke rumah, dia disuruh sering-sering tersenyum, terutama pada waktu sesi foto bersama.

Tapi sebenarnya perlakuan tersebut cuma kedok agar IP terkesan tak mengalami penderitaan selama tinggal bersama “suami.”

Dua hari setelah Imlek, uang yang tadinya diberikan, diambil lagi oleh suami.

Selama enam bulan, dia merasakan penderitaan di rumah keluarga orang yang dulu katanya bisa membahagiakannya.

"Di sana nggak pernah rasanya hidup sampai saya berputus asa,” katanya.

Sampailah akhirnya dia berhasil berkomunikasi dengan keluarganya di Kalimantan Barat. Dari cerita IP, keluarga mengadu ke SBMI.

“Saya minta tolong sama SBMI pulang kan saya karena saya sudah nggak tahan diam terlalu lama dan selalu mendapatkan kekerasan. Itu yang membuat saya tidak tahan," kata IP.

Setelah perjuangan yang panjang, IP berhasil dipulangkan oleh SBMI bersama 12 korban kawin pesanan lainnya.

***

Kisah lainnya datang dari YM. Perempuan berusia 28 tahun itu berasal dari Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Kisah YM diawali dari perkenalan dengan seorang mak comblang lewat teman. Mak comblang menawarkan untuk menjodohkan YM dengan pria Cina.

YM diiming-imingi kehidupan yang menyenangkan setelah kawin dan tinggal di Cina. Dia akan dibelikan rumah atau apartemen serta tetap bisa membahagiakan orangtua di Indonesia.

"Katanya nikah dengan orang sana (Tiongkok) lebih enak dan kehidupannya lebih bagus dan di sana tuh nggak ada yang miskin, semuanya rata-rata kaya. Saya dijanjikan juga dibelikan rumah. Di sana akan terjamin masa depan saya dan keluarga saya," kata YM ketika saya temui di kantor SBMI.

Kalau YM bersedia dijodohkan dengan pria Cina, dia dijanjikan mendapatkan uang mahar sebesar Rp20 juta.

Pertemuan singkat hari itu membuat YM berpikir-pikir. Dua pekan kemudian, dia memutuskan bersedia dikawinkan dengan pria yang waktu itu sama sekali belum pernah dia lihat.

Mak comblang membawa YM dari desa ke Jakarta untuk menemui pria Cina yang katanya ingin memperistrinya. YM dibawa ke sebuah apartemen. Di sana, dia bertemu dengan dua perempuan Indonesia yang katanya juga akan dipinang orang Cina.

Selama sebulan itu, YM ditempatkan di apartemen, sementara dokumen-dokumen untuk pergi ke Cina sedang diurus.

Di apartemen itu juga ada sejumlah pria pencari istri, di antaranya yang kemudian menginginkannya. Selain para pencari istri, juga ada mak comblang dan agensi pencari perempuan.

"Saya sih bertemu dengan calon suami di apartemen. Ada Mak Comblang ada agennya terus laki-lakinya. Pertemuannya dan prosesnya semua di Jakarta. Setelah itu baru berangkat ke Tiongkok," kata YM.

Nasib YM sama dengan IP. Dia ditipu mak comblang. Uang mahar yang diterima keluarganya bukan Rp20 juta, melainkan Rp12 juta, jelang keberangkatan ke Cina.

Sesampai di Cina, 21 Juli 2018, YM tak dinikahkan secara resmi, melainkan hanya acara makan-makan.

Dia dan “suami” bukan tinggal di kota seperti iming-iming mak comblang, melainkan perkampungan. Di sana dia dipaksa melayani pria yang ternyata tak menikahinya secara resmi.

"Setelah datang ke sana kehidupan itu bukannya lebih baik, tapi lebih buruk yang saya dapatkan dan saya alami. Jangan kan uang 5 juta, hidupnya di kampung biasa-biasa saja, sama dengan kita. Ternyata mereka bukan orang kaya," kata YM.

Alih-alih tiap bulan bisa mengirimi uang ke keluarga di Indonesia sebesar Rp5 juta seperti iming-iming mak comblang, YM dipaksa keluarga “suami” untuk bekerja membuat aksesoris dari pagi hingga malam. Mertuanya mengatakan semua perempuan di Tiongkok wajib bekerja.

"Kita dipaksa kerja. Saya kerja empat bulan hampir mau enam bulan. Saat itu sistem kerja saya barangnya datang ke rumah, kerja kayak bikin hiasan, bikin aksesoris. Istirahat cuma makan siang, karena mereka bilang target berhenti kerja itu jam 9 malam," kata YM.

Semua penghasilan dari hasil kerja YM langsung dikuasai oleh mertua.

“Saya bekerja di sana, tapi sepeserpun saya nggak ada terima uang, mereka yang terima dari pihak suami itu yang menerima uang,” katanya.

Setiap hari dia merasa sedih, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Hampir setiap hari, dia dipukul, ditendang. Bahkan, YM pernah dipaksa tidur di halaman rumah selama satu hari satu malam, di tengah cuaca dingin.

"Mereka (keluarga “suami”) itu kejam kalau salah sedikit pasti kita ditendang, dipukul, segala macam cara mereka lakukan,” katanya.

“Kita itu di sana bukan dijadikan istri, tapi diperbudak. Di sana tuh yang saya alami rasanya kayak gitu, saya hanya makan air mata," YM menambahkan.

YM dilarang mandi saat musim dingin. Dia juga dilarang keras berkomunikasi dengan siapapun, apalagi keluarga di Indonesia. Telepon selulernya dirampas.

"Hape juga disita mereka, kita putus kontak sama keluarga. Kita nggak boleh berteman, nggak boleh main hape dan keluarga pun gak boleh ditelepon," ujarnya.

Dalam kondisi apapun, YM harus siap melayani kebutuhan biologis “suami.” Kalau menolak, sudah pasti akan dianiaya.

"Padahal kita di sana itu nggak pernah kawin sah, kita hanya dianggap di sana tuh hanya melampiaskan nafsu mereka tidak pernah dianggap kawin sah. Hanya melampiaskan nafsu mereka dan kita dipaksa," kata dia.

Yang lebih menyakitkan, dia dilarang menunaikan ibadah sesuai keyakinan.

Setahun kemudian, saking sudah tak tahan, ketika mendapat kesempatan menggunakan telepon genggam, YM segera menghubungi keluarga di Kalimantan Barat. Dia menceritakan apa yang telah menimpanya -- terperangkap dalam sindikat perdagangan orang.

Orangtua YM tentu tidak pasrah, walau secara geografis putri mereka berada di negara yang jauh sekali. Keluarga membuat laporan ke SBMI.

"Keluarga yang melapor ke SBMI supaya kami dipulangkan, meminta bantuan kepada SBMI. Dan SBMI Mempawah merespon pelaporan keluarga saya, makanya mereka menguruskan kepulangan kami," kata YM.

Pada Sabtu 13 Juli 2019, YM dan sejumlah perempuan muda yang malang itu kembali ke Tanah Air.

Mereka yang berhasil dipulangkan adalah orang-orang yang keberadaannya terdeteksi.

"Saat ini juga masih ada belasan korban yang masih di Tiongkok. Ini yang penting kami sikapi bersama. Dari situlah kami mencoba untuk belajar, sebetulnya apa yang terjadi ketika korban-korban di Tiongkok ini kemudian susah untuk dipulangkan," kata Ketua Umum SBMI Hariyanto

Hariyanto menyebut kasus IP dan YM hanyalah fenomena puncak dari gunung es. [akt]