Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengaku prihatin atas sikap mayoritas fraksi di DPR yang telah mengesahkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 ready viewed menjadi undang-undang (UU) melalui Rapat Paripurna ke-15 masa persidangan III tahun sidang 2019-2020. Ia melihat hanya Fraksi PKS yang menolak.
“PKS tentu tidak punya bargaining sendiri menolak Perppu Corona menjadi UU, tidak punya kemampuan untuk menunda, berarti dengan partai the rulling party, punya hak veto membatalkan RUU, apalah daya dan kekuatan PKS, (Perppu) tetap akan berjalan mulus,” ujar Pangi saat dihubungi SINDOnews, Rabu (13/5/2020).
Menurut Pangi, meski sudah banyak pakar yang menyebut Perppu Corona berpotensi melanggar konstitusi dan UUD 1945, bahkan kelompok NGO dan kelompok aktivis antikorupsi mengugat ke MK terkait perppu ini, namun faktanya hal ini tak digubris para wakil rakyat rakyat yang disebut awal-awal saja terkesan menolak Perppu tersebut.
Pangi menilai pelaksanaan Perppu ini berpotensi ‘abuse of power’ dan ‘berbau amis korupsi, karena uang yang dipakai akan sulit dari unsur tranparansi dan rawan disalahgunakan untuk tujuan penanganan COVID-19. Uang sebesar Rp405 triliun dinilai akan sulit diusut tuntas pertanggungjawabannya secara hukum.
“Saya melihat begini, ini bisa saja jebakan batman bagi Jokowi sehingga Partai demokrat dan beberapa partai lain sengaja mendukung, bisa saja mereka sudah paham konsekuensi hukum dan risikonya tidak main-main, Jokowi berpotensi dimakzulkan apabila melanggar dan tidak tunduk pada konstitusi,” tandasnya.
“Jadi ada beberapa partai saya lihat sengaja membiarkan sehingga Pemerintahan Jokowi bisa berada di tepi jurang dan boleh jadi sudah menjadi sinyal alarm peringatan dini. Tapi sengaja membiarkan dan mendukung Perppu Carona menjadi UU,” imbuh Pangi.
Menurut Pangi, selain PKS partai lain di Parlemen seakan sudah tidak bisa lagi diharapkan. Bahkan banyak partai tersebut menjadi tukang stempel pemerintah, apa maunya pemerintah mereka ‘mengamini’ bersama-sama karena sudah tersandera kepentingan kekuasaan. Kata Pangi, boro-boro kritis untuk menolak satu kebijakan yang tak pro kepentingan rakyat pun tak kuasa.
“Jadi peran DPR sebagai kekuatan check and balances hanya mimpi di siang bolong, DPR bukan lagi sebagai kekuatan penyeimbang sebagai pengontrol kekuasaan tapi DPR model Orde Baru, tukang stempel pemerintah. Apapun maunya pemerintah, mereka amini bersama sama, goodbye rakyat, selamat datang pemerintahan feodal dan oligarki, persekutuan persekongkolan DPR dengan pemerintah real dan faktanya begitu yang akhir-akhir ini kita lihat. Sudah enggak bisa lagi kritis habis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat,” pungkasnya.
Sumber: sindonews