Mempertanyakan KPK Belum Cegah Harun dan Segel Kantor PDIP

Oleh: Dian Fath, Ali Mansur, Muhyiddin, Antara, Rrepublika

Kasus suap yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan politikus PDIP, Harun Masiku menyisakan tugas penyidikan yang belum dilakukan oleh KPK. Sejak operasi tangkap tangan (OTT) digelar KPK terhadap Wahyu dkk pada Rabu pekan lalu, hingga kini KPK belum melakukan penyegelan dan penggeledahan terhadap kantor DPP PDIP. KPK juga belum mencegah Harun yang kini berstatus buron.

Berbeda terhadap Wahyu di mana ruang kerjanya di kantor KPU dan rumah dinasnya telah disegel, KPK tidak melakukan penyegelan di kantor DPP PDIP. Tim KPK memang sempat berupaya penyegelan ruangan di kantor DPP PDIP, di Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis (9/1). Namun langkah penyegelan itu gagal dilakukan.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam keterangan persnya pada Kamis malam, menjelaskan ihwal gagalnya upaya penyegelan di kantor DPP PDIP disebabkan oleh lamanya birokrasi di lokasi. Tim KPK akhirnya meninggalkan tempat sebelum memasang garis KPK.

"Bahwa tim penyelidik tidak ada rencana menggeledah (belum masuk penyidikan) karena sementara itu masih penyelidikan. Kami mau membuat KPK line, jadi untuk mengamankan ruangan," kata Lili.

Lili menegaskan, Tim KPK, juga sudah dibekali dengan surat tugas saat mendatangi kantor DPP PDIP. Hal itu sekaligus membantah pernyataan petinggi PDIP yang menyinggung masalah administratif, yakni surat perintah tugas Tim Satgas KPK.

"Mereka juga sudah koordinasi dengan security di kantor dan terlalu lama sehingga kemudian ditinggalkan," terang Lili.

KPK juga belum mencegah salah satu tersangka dalam kasus ini, yakni politikus PDIP, Harun Masiku. Menurut Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, KPK masih menunggu sikap kooperatif dari caleg PDIP tersebut. Setidaknya sampai Sabtu (11/1), KPK masih terus mencari Harun.

"KPK meminta yang bersangkutan segera menyerahkan diri dan mengimbau kepada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap kooperatif ketika keterangannya dibutuhkan penyidik dalam memproses hukum perkara ini," ujar Ali saat dikonfirmasi, Sabtu (11/1).

Karena, lanjut Ali, bersikap kooperatif kepada KPK tidak hanya akan membantu penyidik menyelesaikan perkara lebih cepat, tetapi juga akan memberikan kesempatan yang bersangkutan untuk menjelaskan terkait perkara tersebut. Ali menambahkan, kepada pihak-pihak yang mengetahui dan pernah berinteraksi dengan Harun agar segera dapat menginformasikan kepada KPK.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Selain Wahyu, juga ditetapkan sebagait tersangka, anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP, Harun Masiku, serta seorang swasta bernama Saeful.

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Harus dijelaskan ke publik

Pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad meminta KPK periode baru ini untuk menjelaskan kepada publik terkait kegagalannya menggeledah kantor DPP PDI Perjuangan. Sehingga, masyarakat pun tidak bertanya-tanya dan menimbulkan opini liar.

"Kalau misalnya surat penyelidikan tidak lengkap. Berarti ada ketidaksiapan KPK melakukan itu. Tapi kalau sudah lengkap, tapi dihalang-halangi maka bisa diterapkan pasal 21 tentang obstruction of justice yaitu menghalang-halangi penyelidikan," ujar Suparji dalam diskusi bertema, KPK, UU Baru, Komisioner Baru, Gebrakan Baru, di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta Pusat, Sabtu (11/1).

Menurut Suparji, jangan sampai gebrakan KPK pada awal 2020 justru akan menjadi blunder, jika KPK tidak berani memasuki gedung salah satu partai yang kadernya terlibat dalam kasus korupsi.

"Menurut saya ini blunder bagi KPK. Kenapa dia sudah melaksnakan OTT, sudah menangkap delapan orang, empat orang tersangka. Tetapi masuk ke gedung partai tertentu tidak bisa," kata Suparji.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu menilai, bahwa kedatangan tim penyelidik KPK ke kantor DPP PDI Perjuangan pada Kamis (9/1) lalu, sebagai motif politik. Masinton mengingatkan, penegak hukum juga harus taat hukum.

Masinton mengatakan, tim penyelidik KPK yang mendatangi kantor DPP PDIP tidak mampu menunjukkan surat tugas dan legalitas formal yang diatur jelas sesuai hukum acara pidana dan perundang-undangan yang berlaku. Maka, lanjut dia, kegiatan lapangan Tim Penyelidik KPK mendatangi kantor DPP PDI Perjuangan adalah tindakan ilegal untuk mendiskreditkan PDI Perjuangan.

"Tim penyelidik KPK yang mendatangi kantor DPP PDI Perjuangan saya simpulkan sebagai motif politik dan bukan untuk penegakan hukum," tegas Masinton, Ahad (12/1).

PDIP, kata Masinton, menghormati penangkapan yang dilakukan KPK terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan. Tetapi, menjadi penting bahwa setiap penegakan hukum juga harus taat hukum.

"PDI Perjuangan menghormati dan mendukung proses penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK," ujarnya.