Mengeluh Tidak Jadi Pimpin Doa, Rahayu Saraswati Harusnya Paham Konvensi Kenegaraan Indonesia

Mengeluh Tidak Jadi Pimpin Doa, Rahayu Saraswati Harusnya Paham Konvensi Kenegaraan Indonesia
BERITA TERKINI - Mengacu konvensi kenegaraan sejak negara Indonesia merdeka sampai sekarang, setiap acara resmi kenegaraan termasuk acara di MPR, pembacaan doa memang selalu dibawakan oleh laki-laki dan doa menurut agama Islam.

Begitu disampaikan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin menyikapi keluhan anggota MPR Fraksi Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo karen dibatalkan memimpin doa saat penutupan sidang MPR akhir masa jabatan periode 2014-2019.

"Karena memang yang biasanya itu diambil dari umat mayoritas di Indonesia (Islam), dan umat mayoritas ini saat berdoa juga tetap mengizinkan umat agama lain untuk membaca doa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Itu juga menjadi kebiasaan dalam konteks kenegaraan di Indonesia ini," ucap dia, Sabtu (28/9).

Ujang menilai, alasan yang disampaikan oleh Rahayu lantaran dirinya perempuan dan non muslim sehingga dibatalkan proses pembacaan doa dalam sidang paripurna Jumat kemarin tidak tepat.

"Ini bukan soal perempuanya, tapi memang kebiasaanya yang dari dulu dan sekarang seperti itu, ketika pembacaan doa yang kemudian diikuti oleh agama lain, ini kan sama juga seperti proses pelantikan pejabat negara," kata Ujang.

Dia menyarankan, demi menjaga perdamaian dan menghindari polemik yang tidak penting alangkah baiknya jika proses ini dikembalikan kepada aturan awal yang menjadi kebiasaan.

"Bangsa ini sedang disulitkan oleh beberapa masalah seperti demonstrasi (mahasiswa) dan masalah di Papua. Sehingga sebenarnya itu yang harus dipikirkan bersama oleh para elite kita dari pada masalah ini," demikian Ujang.
(Rmol)