Misteri Harun dan Harta Karun

Oleh: Chusnatul Jannah - Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Seluruh rakyat pasti sepakat bahwa korupsi adalah musuh negara. Sayangnya, korupsi di tahun ini seperti mati kutu. Sudah lakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), malah tidak leluasa geledah kantor tersangka. Katanya tidak boleh sembarangan geledah. Terhalang aturan Dewan Pengawas KPK. Sebelum melakukan penggeledahan, KPK harus kantongi izin Dewan Pengawas. Lebih lucu lagi, sang koruptor malah dikata korban pemerasan oknum Komisi Pemilihan Umum. Hal ini nampak dari pembelaaan secara telanjang yang dilakukan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hajar mengatakan, apa yang dilakukan Hasto menampakkan siapa dirinya, yang secara keras dan berlebihan pasang badan untuk HM.

Kasus suap Wahyu Setiawan yang melibatkan Harun Masiku seakan menjadi tamparan keras bagi PDIP. Sekelas partai besar pun tak bersih dari perilaku korupsi. Karena peluang korupsi memang terbuka lebar di sistem demokrasi. Harun hanyalah satu diantara politisi yang kena 'apes'. Masih banyak politisi-politisi lain yang mungkin juga sedang menanti giliran dicokok. Bagaimanapun, sepandai-pandai koruptor melompat, sekali gawal terjatuh juga.

Misteri Harun belum terungkap. Dia dimana, dengan siapa, dan sekarang berbuat apa tak ada yang mengira. Siapa sangka KPK dibuat 'kewalahan' menangkap Harun. Bagai memburu harta karun yang penuh rintangan dan cobaan. Harun seperti harta karun. Harta karun bagi yang tidak ingin terseret namanya dalam daftar KPK. Agar tak ada yang mengusiknya, sembunyi dan menghilanglah seperti harta karun yang terpendam lama. Kasus Harun menjadi uji coba independensi KPK. Tidak mau kehilangan muka, KPK mengawal karirnya dengan mencokok politisi banteng. Sayangnya, mau menangkap satu orang saja, harus dengan berbagai 'drama'. Marwahnya pun diragukan kembali. Selihai apa si Harun hingga sulit ditemukan? Padahal KPK dulu tak sesulit itu mencokok para bandit negara. Melihat bagaimana Harun lenyap bagai diterpa angin, mungkinkah dia menghilang dengan sendirinya? Tanpa bantuan siapa-siapa? Wallahu a'lam.

Yang jelas, rakyat sudah jengah dengan drama Harun. Teroris yang berada di ujung gunung saja ketemu, masa' iya seorang Harun yang hanya kader partai tak bisa dilacak? Rakyat akan melihat dan menilai. Satu kasus saja sudah menguras tenaga dan perhatian publik. Jika kasus ini tak segera menemukan titik terang, jangan harap rakyat mempercayai kembali KPK dan penguasa. Jika Harun tak juga menampakkan batang hidungnya, jangan pula salahkan rakyat bila mereka mulai berpikir bahwa rezim ini mendukung para maling berdasi. Mengapa demikian? Sebab, partai penguasalah yang sedang memegang kendali pemerintahan saat ini.

Korupsi tak henti-henti karena sikap rakus dan tamak dengan kekuasaan. Jika masih banyak tulisan berbentuk kritik kepada penguasa, itu artinya penguasa belum menjalankan mandat sebagai abdi negara. Sadarlah, kalian abdi negara. Bukan abdi harta dan kekuasaan. Dalam istilah Islam, penguasa adalah khodim umat. Pelayannya umat. Melayani umat dengan sepenuh hati. Tapi yang terjadi, rakyatlah yang menjadi pelayan para pejabat. Melayani kepentingan partai demi memenangkan kontestasi. Setelah jadi, begitu mudah melupakan janji-janji. Ah demokrasi, korbanmu tiada henti. Korupsimu makin menjadi. Negara hampir mati karena rugi. Dan mereka masih bisa ketawa ketiwi di atas kebijakan yang menzalimi kami.