Diduga Datangkan TKA China ke Halmahera, PB HMI Laporkan PT HPAL ke Menteri ESDM

BERITA TERKINI - PT. Halmahera Persada Lygen (HPAL) diduga telah mendatangkan puluhan TKA asal China ke perusahaan tambang nikel di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, di tengah wabah pandemi corona virus disease (COVID-19). 

Para karyawan di perusahaan nikel tersebut pun melakukan aksi unjuk rasa, menolak kedataan TKA. Akibat dari itu, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) akan melapor ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), karena menganggap PT HPAL mendatangkan TKA tanpa melalui prosedur keimigrasian dan mengabaikan imbauan Presiden RI. 

Hal ini disampaikan Wakil Sekertaris Jendral (Wasekjen) PB. HMI Pusat, Riyandi Barmawi, saat menghubungi cermat, pada Selasa (14/04/2020). 

"TKA asal China yang didatangkan oleh PT. HPAL tanpa melalui prosedur keimigrasian dengan menggunakan kapal Pribadi, adalah perbuatan melawan hukum," kata Riyandi.

Menanggapi hal tersebut, Riyanda Barmawi selaku Wasekjen PB HMI Pusat, mengecam keras kebijakan perusahan PT. HPAL yang saat ini bernaung di bawah PT. Harita Group. 

Ia menilai, PT HPAL tidak mematuhi himbauan Presiden terkait dengan pencegahan dan penanganan COVID-19 sebagaimana tertuang dalam kebijakan Pembatasan Berskala Besar (PSBB). 

"PT HPAL harus diberikan sanksi oleh Menteri ESDM, karna dianggap dengan sengaja mendatangkan TKA secara ilegal," tegas Riyandi, kepada wartawan cermat melalui aplikasi WhatsApp. 

Riyandy yang juga sebagai pegiat Isu Sumber Daya Alam ini mengatakan, jika masuknya TKA ke Indonesia terutama di Pulau Obi dengan situasi saat ini, akan menimbulkan kecemasan bagi masyarakat sekitar. 

"Tidak ada yang bisa menjamin mereka (para TKA yang datang) bebas COVID-19. Karena masuknya saja sudah bermasalah, tanpa melalui prosedur yang benar," kata Riyandi.

Terkait dengan aksi para karyawan di wilayah tambang nikel  PT. Harita Group, Riyandi bilang, itu karna disebabkan kedatangan WNA asal China yang tidak melalu prosedur. 

Sedangkan, warga lokal telah diberikan pembatasan keluar masuk areal pertambangan, setelah PT Harita Group membuat kebijakan Lockdown wilayah operasional. 

"Warga lokal dibatasi, sedangkan WNA diberikan kebebasan bahkan secara Ilegal, oleh pihak perusahaan, kira-kira siapa yang disalahkan dalam persoalan ini," tanya Riyandi.

Riyandi bilang, Ini adalah persoalan genting yang mesti diperhatikan oleh Pemerintah Daerah baik Kabupaten dan Provinsi. Riyan meyakini, Bupati dan Gubernur memiliki nyali untuk memanggil Direktur PT.HPAL. 

“Saya kira Gubernur dan Bupati harusnya bernyali memanggil pemilik perusahan bahkan berani memberikan sanksi tegas kepada perusahaan, karena COVID-19 ini virus serius, bukan Virus ringan," tegas Wasekjend PB HMI ini.

Riyan mengatakan, beredarnya informasi tersebut sudah menyebar luas dan menjadi konsumsi publik. Karena itu, ia menginginkan informasi tersebut tidak dibiarkan begitu saja tanpa adanya tindakan cepat dari pihak terkait. 

Untuk itu, Riyandi meminta agar, langkah yang bisa dilakukan sekarang adalah memastikan kebenaran informasi tersebut dan memanggil pimpinan Perusahan HPAL untuk dimintai pertanggung-jawaban. 

"Jika benar ada pelanggaran, Perusahan harus diberikan sanksi oleh Pemerintah Pusat terutama ESDM berkoordinasi dengan Pemerintah setempat untuk memulangkan seluruh TKA yang didatangkan dari China," cetus Riyandi.

Selain itu, Riyan menganggap perusahaan PT. HPAL secara terang-terangan telah mempecundangi himbauan presiden dan mengkesampingkan keselamatan warga, ini persoalan nyawa manusia yang terus berjatuhan akibat virus corona, masalah yang terjadi tidak bisa berkompromi. 

"Saya akan melaporkan peristiwa ini kepada Dirjen Minerba dan Menteri ESDM agar ditindaklanjuti, supaya pemerintah dapat mengambil tindakan cepat," pungkasnya.

Sementara itu, Media Relation Perusahaan Tambang Harita Nickel Handi Andrian ketika dihubungi cermat mengatakan,  terkait dengan beredarnya foto dan video aksi unjuk rasa yang terjadi di PT HPAL, Site Kawasi, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, itu  dilakukan oleh sejumlah karyawan kontraktor dari PT HPAL sekitar pukul 07.50 WIT.

"Tidak ada karyawan PT HPAL yang terlibat demo dan karyawan kontraktor yang melakukan demo bukan warga lokal Desa Kawasi yang berada di lingkar tambang," ungkap Handi. 

katanya, karyawan yang melakukan demo menuntut diberikan kelonggaran keluar masuk Desa Kawasi, karena sejak pertengahan bulan Maret, Site Kawasi di Pulau Obi telah dilakukan Lockdown dan semua karyawan maupun karyawan kontraktor harus menempati camp yang telah disediakan. 

"Hal ini diberlakukan Perusahaan sebagai implementasi protokol pencegahan penyebaran virus Corona (Covid-19). Lockdown Site Kawasi juga dilakukan demi kebaikan seluruh pekerja dan keluarganya. Semua kebutuhan pekerja selama lockdown dijamin Perusahaan," ungkapnya.

Katanya, perwakilan Perusahaan sedang melakukan dialog dengan perwakilan karyawan kontraktor untuk mencari solusi terbaik namun dengan ketentuan yang ketat untuk karyawan bisa keluar masuk Site Kawasi. 

"Dialog dilakukan sebagai bagian dari musyawarah mufakat dan berlangsung dengan kondusif dengan dimediasi oleh Pemerintah Daerah Halmahera Selatan juga TNI dan Polri, yang tergabung dalam Satgas Percepatan Penanganan Tanggap Darurat Bencana Non Alam COVID-19 Halsel," tambanya. []