Berita Terkini, TEMBILAHAN – Kalangan masyarakat dan atau pembaca, baik di media cetak atau media online/ elektronik harus memahami mekanimse yang dilakukan jika merasa dirugikan terkait sebuah pemberitaan.
‘Maka, mekanisme yang harus mereka temput jika terjadi sesuatu yang diberitakan yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi, maka individu atau kelompok masyarakat terkait dapat menyatakan keberatan lewat mekanisme mengajukan Hak Jawab atau Hak Koreksi kepada media yang mempublis dan atau menayangkan berita tersebut,” ungkap praktisi hukum dan media, Maryanto SH kepada wartawan, Jum’at (27/7/2023) di Tembilahan.
Dijelaskan pria yang berprofesi sebagai advokat ini mekanisme ini sangat jelas diatur dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang berbunyi “Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya”.
“Jadi secara jelas Undang-undang Pers mengamanahkan jika ada seseorang dan atau sekelompok orang merasa dirugikan terkait pemberitaan wartawana, maka mekanisme pertama yang harus ditempuh adalah Hak Jawab dan Hak Koreksi,” tegasnya.
Ditambahkan, sepanjang media yang memuat berita yang menjadi sengketa itu berbadan hukum dan berita yang dimuat ada sumbernya, maka itu dikatakan sebagai karya jurnalistik sehingga apapun masalahnya, mekanismenya diselesaikan melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Dalam Pasal 11 Kode Etik Jurnalistik juga menyebutkan Wartawan Indonesia melayani Hak Jawab dan Hak Koreksi secara proporsional.
“Maka terhadap Hak Jawab dan Hak Koreksi yang disampaikan tersebut, dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3) disebutkan Pers wajib melayani Hak Jawab dan Pers wajib melayani Hak Koreksi,” terangnya.
Namun, kalau media tidak melayani atau menerbitkan hak jawab maka pers atau perusahaan media tersebut dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18 ayat (2) “Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)’’.
“Jadi seseorang dan atau sekelompok orang merasa dirugikan atas pemberitaan harus tahu mekanisme yang ditempuh dalam masalah ini, tidak ujug-ujug melakukan upaya hukum Somasi bahkan sampai melakukan upaya hukum Perdata maupun Pidana. Karena jelas dalan UU Pers menerangkan langkah atau mekanisme yang harus dilakukan,” imbuhnya.
Karena sebagai bagian dari control social di tengah masyarakat seperti termaktub dalam Pasal 3 ayat (1) UU Pers yang berbunyi “ Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Maka, tentunya sebuah pemberitaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat bisa saja terjadi kesalahan, maka menurut UU mekanisme pertama yang harus ditempuh adalah Hak Jawab dan hak Koreksi.***